Menurut Kepala Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes Ahmad Yurianto, kondisi tersebut sebetulnya tidak asing bagi korban bencana. Relawan harus mengunjungi tempat penampungan korban sementara untuk memberi bantuan medis secepatnya. Hal ini untuk menekan angka kematian dan risiko infeksi yang bisa berakhir cacat. "Korban umumnya mengalami cedera kepala atau organ motorik yang harus segera ditangani," katanya, Sabtu (29/9/2018).
Saat ini penanganan fokus pada pencarian dan evakuasi korban ke tempat yang lebih baik. Ahmad mengatakan, pihaknya menetapkan batas waktu tiga hari berbeda dengan SAR yang menerapkan 5 hingga 7 hari. Hal ini terkait endurance atau daya tahan manusia hidup dalam keterbatasan sumber daya. Setelah tiga hari kondisi korban biasanya turun atau meninggal dunia.
Penanganan juga fokus pada korban yang menolak dirawat di rumah sakit. Hal serupa terjadi pada tenaga kesehatan yang lebih suka melaksanan tugasnya di tenda atau tempat terbuka. Takut gempa, air pasang, dan kejatuhan barang menyebabkan korban memilih dirawat di tempat, yang sebetulnya kurang memenuhi syarat kesehatan.
Upaya evakuasi akan berlanjut setelah kekhawatiran korban bisa sedikit teratasi. Hal ini meliputi pembangunan kehidupan yang lebih baik di tenda. Hal ini meliputi selektivitas bantuan, pemulihan fisik dan mental, kebersihan, dan pemenuhan gizi.
Terkait gempa dan tsunami di Sulawesi ini detikcom menggandeng KitaBisa dan Aksi Cepat Tanggap menggalang donasi untuk meringankan derita para korban. Silakan berdonasi melalui channel di bawah ini.
(Rosmha Widiyani/up)