5 Fakta tentang Hemodialisis dan Selang Cuci Darah

5 Fakta tentang Hemodialisis dan Selang Cuci Darah

Widiya Wiyanti - detikHealth
Rabu, 02 Jan 2019 16:31 WIB
5 Fakta tentang Hemodialisis dan Selang Cuci Darah
Ilustrasi cuci darah. Foto: iStock
Jakarta - Cuci darah atau dialisis adalah metode pengobatan yang harus dilakukan pasien yang mengalami penyakit ginjal. Mesin cuci darah digunakan sebagai ginjal buatan yang berfungsi membuang bahan limbah, racun, kelebihan garam dari tubuh.

Prosedur cuci darah biasanya membutuhkan waktu cukup lama. Pada pasien yang sudah sangat parah, mereka bisa melakukan prosedur ini hingga empat kali dalam satu bulan.



ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebelumnya, kita harus tau fakta-fakta mengenai cuci darah. Apa saja?

Ada dua jenis cuci darah

Foto: iStock
Ada dua jenis cuci darah, yaitu hemodialisa dan peritoneal dialysis. Hemodialisa menggunakan mesin cuci darah yang biasanya dilakukan di rumah sakit. Sebelum memulai prosedur hemodialisa, akan dibuat akses yang disebut fistula arteriovenosa di lengan, sebagai akses penghubung arteri ke vena. Pencucian darah terjadi di luar tubuh. Darah dari tubuh akan mengalir ke tabung dialiser yang nantinya zat-zat yang tidak diperlukan tubuh akan dibuang.

Sedangkan peritoneal dialysis, pencucian darah terjadi di rongga perut. Sebelumnya, akan dipasang kateter di perut, kemudian cairan pencuci darah akan dimasukkan melalui kateter tersebut untuk mencuci rongga perut dan usus. Biasanya prosedur ini bisa dilakukan di rumah yang disebut Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD). CAPD bisa dilakukan sambil beraktifitas dan pasien tidak perlu pergi ke rumah sakit. Satu prosedur CAPD membutuhkan waktu setengah jam dan dilakukan 4 kali sehari. Meskipun praktis, ternyata tak banyak pasien yang mau menggunakan metode ini.

Beberapa selang cuci darah bisa digunakan berkali-kali

Foto: iStock
Pada metode hemodialisa, diperlukan selang untuk mengalirkan darah dari tubuh pasien ke dalam tabung dialiser. Biasanya selang yang digunakan untuk satu kali pakai atau single use. Namun, ada pula beberapa jenis selang yang bisa digunakan berulang kali (reuse).

"Ya ada juga yang reuse. Tapi ada syarat tertentu secara medis. Ada pengawasnya, dalam hal ini Depkes," ujar dokter spesialis ginjal-hipertensi, dr Maruhum Bonar H.M, SpPD-KGH, kepada detikHealth, Rabu (2/1/2019).

Cuci darah tidak menyakitkan

Foto: iStock
Sebagian orang berpikir bahwa cuci darah adalah suatu hal yang menyeramkan. Padahal sebenarnya cuci darah tidak menyakitkan. Selama sesi cuci darah, baik dengan metode hemodialisa ataupun peritoneal dialysis, pasien bisa duduk atau berbaring. Bahkan bisa dengan sambil membaca, mendengarkan musik, atau bermain ponsel.

Hanya saja beberapa pasien merasa agak pusing dan mengalami kram otot selama menjalani prosedur. Tapi tidak sampai dirawat di rumah sakit kok.

Jangan minum terlalu banyak sebelum cuci darah

Foto: Istock
Dikutip dari laman nhs.uk, ada pembatasan konsumsi cairan sebelum melakukan hemodialisa. Ini disebabkan karena mesin cuci darah tidak akan mampu mengeluarkan cairan berlebih dari 2-3 hari sebelum prosedur hemodialisa.

Ini dapat menyebabkan masalah serius di mana kelebihan cairan menumpuk di darah, jaringan, hingga paru-paru. Pasien yang melakukan cuci darah pun harus berhati-hati dengan apa yang dikonsumsinya. Sebaiknya hindari makanan yang mengandung mineral, seperti garam, kalium, dan fosfor karena akan sulit disaring oleh mesin dialiser.

Apakah cuci darah harus seumur hidup?

Foto: iStock
Cuci darah mungkin saja harus dilakukan seumur hidup, tetapi bisa juga tidak. Itu tergantung pada kemampuan ginjal pasien. Semakin baik kemampuan ginjalnya, maka pasien kemungkinan tidak memerlukan cuci darah lagi.

Namun pada penyakit ginjal kronis, jarang menemui kondisi membaik. Pasien dengan kondisi ini harus menjalani cuci darah permanen hingga tranplantasi ginjal menjadi pilihan. Melakukan cuci darah secara konsisten dapat mengurangi peluang membutuhkan transplantasi ginjal.


Halaman 2 dari 6
Ada dua jenis cuci darah, yaitu hemodialisa dan peritoneal dialysis. Hemodialisa menggunakan mesin cuci darah yang biasanya dilakukan di rumah sakit. Sebelum memulai prosedur hemodialisa, akan dibuat akses yang disebut fistula arteriovenosa di lengan, sebagai akses penghubung arteri ke vena. Pencucian darah terjadi di luar tubuh. Darah dari tubuh akan mengalir ke tabung dialiser yang nantinya zat-zat yang tidak diperlukan tubuh akan dibuang.

Sedangkan peritoneal dialysis, pencucian darah terjadi di rongga perut. Sebelumnya, akan dipasang kateter di perut, kemudian cairan pencuci darah akan dimasukkan melalui kateter tersebut untuk mencuci rongga perut dan usus. Biasanya prosedur ini bisa dilakukan di rumah yang disebut Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD). CAPD bisa dilakukan sambil beraktifitas dan pasien tidak perlu pergi ke rumah sakit. Satu prosedur CAPD membutuhkan waktu setengah jam dan dilakukan 4 kali sehari. Meskipun praktis, ternyata tak banyak pasien yang mau menggunakan metode ini.

Pada metode hemodialisa, diperlukan selang untuk mengalirkan darah dari tubuh pasien ke dalam tabung dialiser. Biasanya selang yang digunakan untuk satu kali pakai atau single use. Namun, ada pula beberapa jenis selang yang bisa digunakan berulang kali (reuse).

"Ya ada juga yang reuse. Tapi ada syarat tertentu secara medis. Ada pengawasnya, dalam hal ini Depkes," ujar dokter spesialis ginjal-hipertensi, dr Maruhum Bonar H.M, SpPD-KGH, kepada detikHealth, Rabu (2/1/2019).

Sebagian orang berpikir bahwa cuci darah adalah suatu hal yang menyeramkan. Padahal sebenarnya cuci darah tidak menyakitkan. Selama sesi cuci darah, baik dengan metode hemodialisa ataupun peritoneal dialysis, pasien bisa duduk atau berbaring. Bahkan bisa dengan sambil membaca, mendengarkan musik, atau bermain ponsel.

Hanya saja beberapa pasien merasa agak pusing dan mengalami kram otot selama menjalani prosedur. Tapi tidak sampai dirawat di rumah sakit kok.

Dikutip dari laman nhs.uk, ada pembatasan konsumsi cairan sebelum melakukan hemodialisa. Ini disebabkan karena mesin cuci darah tidak akan mampu mengeluarkan cairan berlebih dari 2-3 hari sebelum prosedur hemodialisa.

Ini dapat menyebabkan masalah serius di mana kelebihan cairan menumpuk di darah, jaringan, hingga paru-paru. Pasien yang melakukan cuci darah pun harus berhati-hati dengan apa yang dikonsumsinya. Sebaiknya hindari makanan yang mengandung mineral, seperti garam, kalium, dan fosfor karena akan sulit disaring oleh mesin dialiser.

Cuci darah mungkin saja harus dilakukan seumur hidup, tetapi bisa juga tidak. Itu tergantung pada kemampuan ginjal pasien. Semakin baik kemampuan ginjalnya, maka pasien kemungkinan tidak memerlukan cuci darah lagi.

Namun pada penyakit ginjal kronis, jarang menemui kondisi membaik. Pasien dengan kondisi ini harus menjalani cuci darah permanen hingga tranplantasi ginjal menjadi pilihan. Melakukan cuci darah secara konsisten dapat mengurangi peluang membutuhkan transplantasi ginjal.


(wdw/up)

Berita Terkait