Hingga kini masih banyak penelitian yang dilakukan untuk bisa mengidentifikasi penyebab, pemicu dan pengobatan untuk penyakit-penyakit ini. Penyakit langka juga beberapa tahun terakhir semakin banyak terdiagnosis di Indonesia.
Situs NDTV menyebutkan bahwa 80 persen dari penyakit langka telah teridentifikasi genetik sebagai 'sumber'nya, sementara yang lainnya diakibatkan oleh infeksi, alergi, dan lingkungan. Beberapa termasuk degeneratif dan berkembang biak sementara 50 persennya banyak menyerang anak-anak.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hutchinson-Gilford Progeria
|
Nihal, pengidap Hutchinson-Gilford progeria syndrome (HGPS). Foto: Barcroft India
|
Belum ada obat dan penanganan tepat untuk progeria, walau banyak dokter yang telah mencoba terapi hormon pertumbuhan dan obat-obatan antikanker namun dokter juga biasanya berfokus untuk mengurangi komplikasi penyakit ini.
Sejak 1886, tercatat hanya 130 orang yang terkena progeria. Di Indonesia, seorang anak bernama Wiradianty atau akrab dipanggil Ranti pernah mengidap penyakit ini di usia 11 tahun, namun ia tidak dapat bertahan hidup lama dan menghembuskan napas terakhir pada tahun 2006 lalu.
Penyakit Fields'
|
Kursi roda membantu si kembar Fields beraktivitas. Foto: Thinkstock
|
Dikutip dari situs Daily Mail, hingga kini hanya baru kembar Fields yang mengidap penyakit tersebut. Tahun 2012 lalu saat mereka berulang tahun ke-18, mereka mendapatkan mesin elektronik untuk membantu mereka bisa berbicara. Mereka menggunakan kursi roda untuk bergerak dan terus mengalami kejang otot yang amat sakit, ditambah dengan stres emosional yang mereka rasakan.
Fibrodysplasia Ossificans Progressiva
|
Foto: thinkstock
|
Belum ada pengobatan untuk penyakit ini, biasanya yang dilakukan adalah pembedahan untuk menyingkirkan tulang yang mengalami kelainan tersebut. Sayangnya prosedur tersebut malah sepertinya menyebabkan tubuh memproduksinya semakin banyak. Kondisi ini terjadi pada 1 dari 1.600.000 kelahiran dan hingga kini hanya diketahui 800 yang mengidapnya.
Von Hippel-Lindau
|
Ilustrasi hasil pindaian tumor. Foto: SWNS
|
Secara medis penyakit ini lebih dikenal dengan nama hemangioblastomas. Selain pada sistem saraf pusat, tumor-tumor tersebut juga bisa bertumbuh di retina mata, otak dan saraf tulang belakang. Menurut Genetics Home Reference, sindrom ini diperkirakan terjadi pada 1 dari 36.000 jiwa dan 50 persen akan diturunkan pada anak dari orang tua yang mengidapnya.
Microcephaly
|
Bayi kembar mikrosefali. Foto: Reuters/Nacho Doce
|
Penyakit ini biasanya bergandengan dengan Down's syndrome. Pengidap microcephaly biasanya memiliki keterbelakangan mental dan akan bermasalah karena hiperaktivitas, kerdil, kejang, masalah keseimbangan, masalah gerak dan bicara.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan peningkatan jumlah kasus microcephaly dilaporkan dalam wabah infeksi virus Zika. Pada tahun 2017, ada sekurang-kurangnya 18.000 kasus Zika dan bersamaan kurang dari 300 kasuis microcephaly.
Paraneoplastic Pemphigus
|
Ilustrasi lecet. Foto: Thinkstock
|
Seringnya ruang tersebut terisi dengan cairan yang terkelupas, sehingga menyebabkan kulit terbuka dan rentan terinfeksi. Luka lecet ini biasanya muncul di mulut, tenggorokan, bibir dan beberapa tempat lain di kulit. Tercatat setidaknya 500 kasus PNP dan pengidapnya berusia 45-70 tahun.
Morgellons
|
Foto: thinkstock
|
Selain itu pengidapnya juga merasa sering lupa ingatan dan kelelahan. Hingga kini belum ada obat atau penanganan efektif untuk Morgellons. Penyanyi Joni Mitchell diketahui mengidap penyakit langka ini dan menyebutnya terasa 'dimakan hidup-hidup', dikutip dari People.com.
Halaman 2 dari 8











































