Masalah stunting yang diindikasikan dengan tubuh pendek sebetulnya sudah ada sejak dulu. Menurut Menteri Kesehatan periode 2012-2014 Nafsiah Mboi, perbaikan ekonomi telah berhasil menyelesaikan masalah kecukupan gizi. Namun sebagian lain ternyata belum selesai meski standar kesehatan terus membaik. Stunting sebetulnya bisa selesai jika ada kesadaran penerapan perilaku hidup sehat dalam keluarga.
"Penyelesaian stunting dimulai dengan perbaikan gizi sebelum kehamilan pada ibunya. Setelah itu ingat 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) yang berarti perbaikan gizi untuk anak sejak dalam kandungan. Perbaikan gizi tentu harus didukung pendidikan pola hidup sehat, sarana kesehatan, dan kebijakan dari pusat hingga daerah. Ini yang harus dilakukan calon pemimpin selanjutnya," kata Nafsiah pada Sabtu (9/3/2019).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Nafsiah, stunting adalah masalah yang harus segera selesai tanpa harus menunggu. Hal ini terkait dengan transisi epidemiologi yang terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia. Transisi adalah terjadinya pergeseran tren penyakit dari menular ke tidak menular yang salah satu faktor risikonya adalah stunting. Anak yang stunting berisiko lebih besar terkena hipertensi, gangguan jantung, dan stroke serta tidak bisa memaksimalkan kemampuannya. Akibatnya, anak stunting menjadi beban bagi lingkungan sekitar di masa mendatang.
Selain perbaikan gizi, perilaku hidup sehat untuk mengatasi stunting juga termasuk tidak merokok. Menurut Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bidang kesehatan Sitti Hikmawaty, rokok telah merampas hak anak untuk tumbuh dengan baik. Pengendalian rokok menjamin kebutuhan anak untuk tumbuh dengan baik terpenuhi.
"Anak adalah sosok yang rapuh atau vulnerable karena sangat bergantung dengan lingkungan sekitar. Apa yang dibutuhkan harus dipenuhi secepatnya tanpa menunggu terlalu lama. Jika tidak terpenuhi anak berisiko mengalami berbagai gangguan salah satunya stunting," kata Sitti.











































