Menurut Liberti hal ini menjadi penyebab munculnya gejala perilaku homoseksual karena kebutuhan biologis warga binaan yang tak tersalurkan. Terutama bagi warga binaan yang sudah berkeluarga.
"Lapas dan rutan sudah over kapasitas. Ibarat kata, kondisi itu membuat kaki ketemu kaki, kepala ketemu kepala badan ketemu badan. Dampaknya munculnya homoseksualitas (gay) dan lesbian," ujar Liberti di SOR Arcamanik, Kota Bandung, Senin (8/7/2019).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menanggapi hal tersebut, seksolog dr Heru H. Oentoeng, M.Repro, SpAnd, dari RS Siloam Kebon Jeruk membenarkan bahwa memang lapas atau penjara penuh bisa saja mendorong perilaku homoseksual. Namun demikian, bukan berarti setiap orang yang masuk penjara keluarnya akan jadi homoseksual.
"Kalau kita ngomong penyebab homoseksual, memang ada salah satunya adalah peer group atau lingkungan dekat. Jadi kalau lingkungannya mendorong untuk aktivitas itu istilahnya ya udahlah kejadian," kata dr Heru kepada detikHealth.
"Apakah nanti itu akan keterusan bablas jadi homoseks? Itu belum tentu juga. Tidak selalu orang yang melakukan setelah keluar dari penjara homoseks. Dia seperti itu karena situasi," lanjutnya.
Liberti sendiri mengaku tengah berusaha mencari solusi untuk mengatasi kelebihan kapasitas di lapas. Terutama bagi warga binaan kasus narkoba yang jumlahnya paling besar atau mencapai 60 persen.
"Jadi ini tantangan ke depan, bahwa mana yang seharusnya (kasus narkoba) masuk ke lapas, mana yang harus direhabilitasi. Supaya tidak menimbulkan over crowded seperti yang saya sebutkan tadi," ujar Liberti.
(fds/up)











































