"Baru 26,6 persen fasilitas pelayanan kesehatan yang tidak menggunakan alat kesehatan bermerkuri. Jadi lebih dari 73 persen masih menggunakan," ujar Dirjen Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan RI, dr Kirana Pritasari, kepada detikHealth, Selasa (30/7/2019).
"Jangan-jangan RS vertikal juga masih menggunakan," tambahnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Memang dari segi ekonomi lebih menguntungkan memakai alat kesehatan bermerkuri karena harganya yang cukup terjangkau," tambahnya.
Merkuri atau raksa (Hg) merupakan logam berat yang berbahaya. Penggunaannya sangat dibatasi karena bisa mencemari lingkungan dan terakumulasi di tubuh manusia.
Adapun alat kesehatan yang mengandung merkuri dan masih banyak digunakan di fasilitas kesehatan antara lain termometer, tensimeter, amalgam gigi, kateter yang tingkat perkiraan kandungan merkurinya berbeda. Misalnya tensimeter mengandung perkiraan kandungan merkuri sekitar 110-200 gram.
"Kami mengharapkan agar masyarakat lebih aware pada alat kesehatan yang mengandung merkuri. Demikian juga dengan tenaga kesehatan agar bisa menjadi monitor penggunaan alat kesehatan bermerkuri," pungkasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Sekertaris Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan, dr Agus Hadian Rahim, SpOT, MEpid, MHKes, mengatakan alat kesehatan yang tidak bermerkuri masuk dalam komponen kompetensi alat. Artinya harus ada konsekuensi bahwa rumah sakit tersebut tidak kompeten melaksanakan pelayanannya.
"(Jika masih menggunakan alat kesehatan bermerkuri) Akan beresiko menurunkan akreditasi rumah sakit. Rumah sakit kena sanksi yang besar dan tidak boleh beroperasi," tutup Agus.
(kna/up)











































