Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar mengatakan bahwa tunggakan iuran per 30 Juni 2019 mencapai Rp 2,4 triliun per bulan untuk peserta mandiri. Besarnya tunggakan iuran ini disebabkan salah satunya karena tidak tegaknya hukum yang berlaku.
"Tidak ada sanksinya. Menurut PP 86 Tahun 2013 kan kalau nggak bayar BPJS tidak dapat layanan publik, seperti SIM, STNK, paspor, IMB. Coba sekarang, bukan peserta BPJS Kesehatan apa masih bisa? Bisa-bisa aja kan," ujarnya saat dihubungi detikHealth, Rabu (28/8/2019).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketidaktegasan hukum ini dirasa Timboel karena kurangnya koordinasi antara kepolisian, pemerintah, dan juga BPJS Kesehatan. Ia yakin jika hukum diterapkan dengan baik, maka akan semakin berkurang peserta yang menunggak membayar iuran BPJS Kesehatan setiap bulannya.
Bukan hanya itu, Timboel juga mendesak adanya pelayanan rumah sakit yang baik. Selama ini, peserta BPJS Kesehatan banyak mengeluhkan bahwa pelayanan rumah sakit belum mampu melayani pasien dengan benar.
"Mau cari kamar saja susah. Cari ruang ICU juga susah," tuturnya.
"Coba itu yang operasi caesar sampai Rp 3,5 triliun. Apa benar ibu-ibu itu harusnya operasi caesar? Itu mah RS nya aja," lanjut Timboel.
Timboel berharap, pemerintah bukan hanya menaikan iuran BPJS Kesehatan, namun juga harus memerhatikan dua hal penting yang sudah disebutnya.
(wdw/fds)











































