Kampanye yang dilakukan yakni memamerkan foto-foto rontgen paru-paru para vaper yang diyakini sama paru-parunya bersih. Melalui foto rontgen paru-paru tersebut, Komunitas Pentolan Vape Jawa Timur (PVJT) meminta BPOM untuk mengkaji ulang keputusan yang telah dibuat soal pelarangan vape.
"Kalau yang dipermasalahkan zat adiktif, banyak produk selain vape yang terkandung zat adiktif di dalamnya. Dan juga yang dipermasalahkan adalah banyak senyawa kimia, kita menghirup udara saja sudah memasukkan senyawa kimia di tubuh kita yaitu Oksigen (O2)" ujar Paijo, Vape Louder sekaligus pembina dari PVJT kepada detikcom, Senin (25/11/2019).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Paijo mengatakan bahwa vape memiliki dampak yang cukup positif bagi para vaper, salah satunya adalah sebuah media alternatif untuk perokok aktif mengurangi atau berhenti dari kebiasaannya merokok. Bahkan disebut Paijo, bagi sebagian vaper, menggunakan vape membuat mereka tidak merasa sesak napas pada pagi hari.
Di sisi lain, vape sendiri menimbulkan kontradiktif karena disebut memiliki dampak buruk bagi kesehatan. Bahkan beberapa ahli kesehatan pun menegaskan bahwa vape sama bahayanya dengan rokok konvensional.
Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Dr dr Agus Dwi Susanto, SpP(K), FISR, FAPSR pernah mengatakan bahwa vape tidak bisa disebut sebagai alat untuk membantu berhenti merokok konvensional. Bahkan Badan Kesehatan Dunia (WHO) pun tidak merekomendasikannya karena beberapa alasan.
"Tidak sesuai dengan syarat untuk modalitas berhenti merokok karena masih mengandung bahan berbahaya, seperti bahan karsinogen, zat bersifat toksik dan iritatif," katanya saat ditemui detikcom di di kantor pusat Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Menteng, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu.
(wdw/up)











































