Sedari kecil, Liz memiliki alergi terhadap debu dan bulu hewan. Saat menginjak usia 12 tahun, dokter menemukan bahwa Liz juga alergi terhadap rambut manusia. Hingga akhirnya rambut pirangnya harus dipotong 'bondol' agar tidak membuat iritasi.
Sayangnya kisah alergi Liz tak berakhir sampai di situ, alerginya semakin berkembang. Ia didiagnosis septikemia yang disebabkan eksim yang terinfeksi. Hal itu membuat seluruh kulitnya iritasi dan harus dirawat di rumah sakit. Dan pada tahun 1990, Liz dinyatakan alergi terhadap lateks (plastik).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Alergi itu memengaruhi 360 derajat kehidupannya, ia tidak bisa membaca koran karena tintanya mengandung lateks. Bahkan ia tidak bisa memegang pegangan pisau, blender mixer, atau semua benda yang mengandung lateks.
"Aku sering merasa terjebak. Kadang-kadang aku tinggal di rumah selama seminggu, hanya agar aku aman," imbuhnya.
Kisah mengerikan tentang alerginya pun pernah terjadi empat tahun lalu, di mana Liz dan suaminya berkunjung ke sebuah toko. Tiba-tiba bibirnya langsung membengkak dan pecah menjadi gatal-gatal. Mereka menoleh ke belakang ternyata ada enam balon dikaitkan di bagian belakang toko itu.
"Aku langsung kembali ke luar dan berkata, 'Aku tidak tahu apa yang ada di sana, tetapi ada sesuatu yang membuatku merasa sangat buruk'" tuturnya.
Alergi Liz semakin parah dalam 48 jam terakhir. Reaksi alerginya muncul membuat Liz merasa terkena 'azab' yang mengerikan. Meskipun kondisinya bisa kembali membaik, namun membutuhkan waktu yang cukup lama.
(wdw/up)











































