Virus corona COVID-19 dianggap 'jinak' terhadap anak-anak karena sampai saat ini kasus positif COVID-19 pada anak-anak masih sangat rendah. Menurut data World Meters Info, jumlah kasus positif COVID-19 pada anak-anak berusia 10-19 tahun hanya 0,2 persen dan pada usia 0-9 tahun masih 0 persen.
Selain itu, gejala COVID-19 yang dialami oleh anak-anak tergolong hanya gejala ringan seperti batuk dan pilek. Gejala ini sama persis dengan penyakit flu sehingga sulit untuk dideteksi.
Gejala yang sama antara COVID-19 dan flu pada anak bisa mengakibatkan orang tua menganggap sepele dan mengira hanya sebagai sakit flu biasa, padahal COVID-19 dapat menyebar dengan cepat dari manusia ke manusia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lalu apakah anak-anak bisa menjadi 'super-spreader' COVID-19?
Super-spreader adalah istilah yang merujuk pada pasien yang secara signifikan menginfeksi lebih banyak orang dengan penyakit daripada biasanya.
dr Miza Dito Afrizal, SpA, BMedSci, MKes, dari RSIA Tumbuh Kembang, Depok, memberikan pendapatnya mengenai apakah anak-anak bisa menjadi 'super-spreader' di lingkungannya. Menurutnya hal ini belum dapat dipastikan karena virus corona jenis COVID-19 adalah sesuatu yang baru dan penelitian tentang hal ini masih dilakukan. Namun, menurutnya ada hipotesa yang mengatakan bahwa anak-anak bisa saja menjadi 'super-spreader'.
"Ini belum bisa terjawab, karena penelitian masih dilakukan. Hipotesanya memang dikatakan bisa namun belum terbukti secara ilmiah," ujar dr Miza
(up/up)











































