Sejak pemerintah dan organisasi kesehatan dunia WHO menyarankan pemakaian masker kain, berbagai variasi masker nonmedis banyak bermunculan. Salah satu yang cukup populer adalah 'masker scuba'.
Di berbagai lapak online, jenis masker yang satu ini memang dijual sangat murah, tidak lebih dari Rp 20 ribu perlembar. Selain karena murah, juga nyaman karena bahannya bisa stretch atau melar mengikuti bentuk wajah.
Namun banyak juga yang meragukan efektivitas masker scuba dalam menyaring partikel debu maupun virus Corona. Apalagi, lapisan kain pada masker ini umumnya tidak didobel alias cuma selapis. Nyaman sih jadinya, tapi aman nggak ya?
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dikutip dari Sewport, scuba merupakan nama lain untuk neophrene atau polychloroprene, salah satu jenis kain sintetis. Disebut scuba karena cukup populer digunakan sebagai bahan pakaian untuk para penyelam 'scuba'.
Termasuk jenis kain double knit yang kuat tetapi cukup ringan. Mirip-mirip dengan spandex atau lycra yang juga banyak dipakai untuk pakaian olahraga.
Untuk keperluan membuat masker, sebuah penelitian yang dimuat di jurnal Disaster Med Public Health Preparedness menyebut bahan masker bedah paling efektif menangkal partikel berukuran 0,02 mikron.
Perbandingan berbagai bahan untuk masker kain. Foto: dr Erlina Burhan, SpP |
Bahan lain yang diteliti adalah sebagai berikut:
- Masker bedah: 89 persen
- Filter vacuum cleaner: 86 persen
- Kain lap: 73 persen
- Bahan cotton blend: 70 persen
- Sarung bantal antimikroba: 68 persen
- Linen: 62 persen
- Sarung bantal biasa: 57 persen
- Sutra: 54 persen
- Katun: 51 persen
- Syal: 49 persen
(up/up)












































