Kaydence, Bocah dengan Bentuk Kepala Tak Beraturan Karena Sindrom Langka

Kaydence, Bocah dengan Bentuk Kepala Tak Beraturan Karena Sindrom Langka

- detikHealth
Senin, 02 Des 2013 09:17 WIB
Kaydence, Bocah dengan Bentuk Kepala Tak Beraturan Karena Sindrom Langka
Kaydence Theriault (Foto: Barcroft Media)
Jakarta - Malangnya bocah ini karena terlahir dengan bentuk kepala tak beraturan akibat sindrom langka bernama Crouzon Syndrome. Kondisi ini pun ternyata juga dialami oleh kedua saudara kembarnya. Beruntung akhirnya ia bisa dioperasi.

Mengapa Kaydence Theriault harus dioperasi? Karena menurut tim dokter, bentuk kepalanya paling tak beraturan bila dibandingkan dengan kedua saudara kembarnya, Taylor dan Kaylin. Tulang tengkoraknya menonjol dan berbentuk seperti daun semanggi.

Karena kondisi tengkorak mereka itu, baik Kaydence, Taylor dan Kaylon kerap sakit-sakitan dan mengalami masalah dalam pembelajaran. Tinggi badan mereka pun berbeda dengan anak-anak sebayanya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Operasi itu sendiri bertujuan untuk mencegah otak Kaydence tergencet tengkoraknya sendiri dan mengalami kerusakan. Satu tim berisi pakar bedah cranio-facial pun dikerahkan untuk menyelamatkan bocah yang kini berusia tiga tahun tersebut.

"Ketika Kaydence lahir, tak ada yang menyangka ia bisa bertahan hidup. Namun berkat talenta tim dokter yang luar biasa, kami bisa memiliki anak perempuan yang normal dan sehat. Rasa terima kasih saja tak cukup sepertinya," tutur sang ibu, Bobbie Jo (38), seperti dilansir Dailymail, Senin (2/12/2013).

Sindrom Crouzon merupakan kondisi genetik langka yang menyebabkan plat tengkorak seorang bayi terkunci pada posisinya terlalu dini, bahkan sebelum otaknya sendiri berkembang. Kebanyakan anak dengan kondisi ini sudah langsung dioperasi ketika usianya 18 bulan namun kondisi Kaydence begitu parah.

Tulang kepalanya kadung bersatu, mendorong kepalanya berubah ke dalam bentuk yang aneh, terutama di bagian atas dan kedua sisinya sehingga seperti tiga sisi daun semanggi.

Bobbie juga tak menyadari ada masalah dengan putrinya hingga scan pada usia kehamilan 20 minggu memperlihatkan bahwa salah satu dari kembar tiga yang tengah dikandungnya itu mengalami kecacatan.

"Ketika dokter memberitahukan Kaydence memiliki kepala berbentuk daun semanggi, saya bahkan tak mampu membayangkannya. Saya juga tak pernah melihat yang seperti ini," tuturnya.

Sebenarnya baik Bobbie maupun putra tertuanya, Jayden (8) juga mengalami Sindrom Crouzon yang diwarisi Bobbie dari ayahnya, bedanya kondisi keduanya lebih ringan ketimbang yang terjadi pada Kaydence. Dan mereka telah menjalani operasi kecil sebelum usia mereka menginjak setahun untuk memperbaiki hal itu.

"Bentuk kepala Jayden mulai berubah dan disitulah kami dan tim dokter menyadari ia harus segera dioperasi. Ia sempat diopname selama 2-3 hari dan sesampainya di rumah ia pun sudah baik-baik," kata sang ayah, Jason.

Agar Jayden tak kesepian, pasangan ini pun memutuskan untuk punya anak lagi. Mereka pun bahagia bukan kepalang ketika mengetahui jika Bobbie mengandung kembar tiga. Tapi yang tak pernah mereka duga, ketiga calon bayi mereka itu pun akan mengalami sindrom yang sama dengan kakak dan ibunya.

Ketika mereka diberitahu soal ini, dapat dikatakan Bobbie dan Jason tak begitu panik mengingat putra pertama mereka, Jayden tak bermasalah dengan sindrom tersebut. Namun ketika Kaydence lahir, mereka langsung tahu jika ialah yang mengalami masalah terparah di antara kedua saudara kembarnya.

Bocah mungil ini pun segera menjalani operasi untuk membuka tengkoraknya ketika usianya baru dua bulan, agar otaknya mendapatkan ruang tambahan untuk bisa tumbuh sempurna. Tiga bulan kemudian, satu tim dokter bedah menggelar operasi lain untuk mengubah bentuk kepala Kaydence di Peyton Manning Children's Hospital, Indianapolis.

Salah satu pakar bedah cranio-facial terkemuka di dunia, Dr. Kenneth Salyer dari Texas pun terlibat dalam operasi yang berlangsung pada bulan Mei 2010 selama 8,5 jam ini.

"Satu-satunya cara untuk mengubah bentuk kepalanya adalah mengambil beberapa tulang dan menyambungkannya kembali ke dalam bentuk yang berbeda, dan itulah yang kami lakukan," tutur Dr Ronald Young, dokter bedah saraf yang termasuk dalam tim operasi Kaydence.

Yang dikhawatirkan tim bedah, lanjut Dr Young, adalah pendarahan. "Anak ini masih begitu kecil dan kami membedah pembuluh darah yang sangat besar. Belum lagi prosedur ini membuat otak terbuka sehingga rentan terkena infeksi atau kerusakan selama operasi," imbuhnya.

Beruntung operasi berjalan lancar dan Kaydence bisa pulih hanya dalam beberapa hari. Kepalanya yang berbentuk daun semanggi telah berubah, dan dengan beberapa operasi kecil tambahan, kini Kaydence tampak seperti tak pernah mengalami kecacatan pada kepala sebelumnya.

Sedangkan saudara kembar Kaydence, Taylor dan Kaylin yang kondisi sindromnya lebih ringan, menjalani operasi ketika usia mereka telah mencapai tujuh bulan. Ketiganya pun menjalani terapi fisik maupun bicara untuk membantu mereka beradaptasi dengan rekan-rekan sebayanya.

Kelak mereka juga dapat menjalani operasi bedah plastik untuk membantu memperbaiki wajah dan mata mereka agar terlihat lebih normal bila memang diperlukan.

(vta/vta)

Berita Terkait