Lebih dari 40 tahun kemudian ia berhasil menyembunyikan luka bakarnya di balik lengan panjang yang ia kenakan setiap hari, tetapi ia tidak dapat menyembunyikan air mata yang turun dari wajahnya yang berseri-seri, setelah tidak dapat lagi menyembunyikan rasa sakit yang ia rasakan sejak serangan napalm pada tahun 1972 silam.
Tapi air mata itu tidak akan lagi berani turun membasahi wajahnya, karena kini Phuc memiliki kesempatan untuk sembuh, sebuah kata yang tidak pernah terlintas di pikirannya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dikutip dari Fox News, Sabtu (31/10/15), akhir bulan lalu, Phuc (52), memulai serangkaian perawatan laser dari dokternya, Jill Waibel dari Miami Dermatology and Laser Institute. Waibel mengatakan bahwa ia akan menghaluskan dan melembutkan bagian kulit Phuc yang pucat dengan luka yang berada di sekitar tangan kiri, lengan atas sampai leher di garis rambut dan turun hampir ke semua punggungnya.
Bahkan yang lebih penting, Waibel mengatakan perawatan ini nantinya juga akan membantu meringankan sakit yang mendalam dan nyeri yang menganggu Phuc selama ini.
Baca juga: Banyak Makan Dapat Bantu Pasien Luka Bakar Parah Cepat Pulih
Suami Phuc, Bui Huy Toan, dan jurnalis foto dari Los Angeles, Nick Ut, yang sudah menjadi bagian dari kehidupannya sejak Phuc berusia sembilan tahun.
"Paman Ut adalah awal dan akhir dari perjalananku. Dia mengambil gambarku dan sekarang dia berada di sini denganku di perjalanan baru, babak baru dalam hidupku," ungkap Phuc.
Nick Ut yang sekarang berusia 65 tahun, adalah jurnalis yang mengambil foto Phuc yang sedang berlari kepanasan pada tanggal 8 Juni 1972 silam, setelah militer Vietnam Selatan menjatuhkan serangan bom napalm pada warga sipil di desa tempat Phuc berasal, yaitu di Trang Bang, Saigon luar.
Ut ingat seorang gadis berteriak dalam bahasa Vietnam, "panas, panas!". Ut dengan sigap membantu gadis itu untuk naik ke atas mobil van AP, dimana gadis itu berjongkok di lantai dengan keadaan kulitnya terbakar mentah-mentah dan kulitnya mengelupas dari tubuhnya sembari ia menangis dan berpikir bahwa ia akan meninggal karena sakit dan panas yang ia rasakan.
Ut membawa Phuc ke rumah sakit, lalu kembali lagi ke biro Saigon untuk mengajukan foto-fotonya termasuk salah satu foto Phuc terbakar yang akhirnya memenangkan Pulitzer Prize.
"Phuc mengalami luka bakar serius lebih dari sepertiga tubuhnya. Pada waktu itu, kebanyakan orang yang menderita luka-luka bakar lebih dari 10 persen tubuhnya akan meninggal," jelas Waibel.
Napalm menempel seperti agar-agar, jadi tidak ada cara untuk korban seperti Phuc untuk berlari lebih cepat untuk menghindarinya, seperti saat kebakaran biasa. "Api membakar tubuhnya terlalu lama dan menghancurkan kulit bawahnya sampai ke kolagen, dan akhirnya meninggalkan bekas luka yang hampir empat kali lebih tebal dari kulit normal," kata Waibel.
Sementara Phuc menghabiskan bertahun-tahun melakukan latihan yang menyakitkan untuk belajar bergerak, lengan kirinya tidak tumbuh sejauh lengan kanannya. Akhirnya ia harus mengubur impiannya untuk belajar bagaimana cara bermain piano. Untuk membawa tasnya di sisi kiri tangannya saja terlalu sulit bagi Phuc.
"Ketika aku masih kecil, aku sangat senang memanjat pohon seperti monyet, aku memetik jambu terbaik dan melemparkannya ke arah teman-temanku," ingat Phuc. "Tapi setelah kejadian itu, aku tidak pernah lagi memanjat pohon dan bermain seperti yang sebelumnya aku lakukan dengan teman-temanku. Aku benar-benar merasa sedih," lanjutnya mengingat kejadian yang membuat hidupnya berubah.
Dipicu oleh saraf yang tidak bekerja karena bekas luka, rasa sakit yang dirasakannya semakin memburuk ketika musim berubah di Kanada, di mana Phuc tinggal bersama suaminya di awal tahun 1990-an. Pasangan ini tinggal di luar Toronto dan memiliki dua anak yang berusia 21 dan 18 tahun.
Phuc mengatakan kepercayaan dan iman lah yang membawa perdamaian antara kondisi fisik dan emosionalnya. "Di tengah-tengah rasa benci, kepahitan, rasa sakit, rasa kehilangan, putus asa karena tidak ada operasi, dokter bahkan obat yang dapat menyembuhkan hatiku. Satu-satunya yang ku pegang adalah keajaiban yang datang dari Tuhan akan datang, dan aku tahu Tuhan mengasihiku. Aku hanya dapat berharap suatu hari nanti aku akan bebas dari rasa sakit," ungkapnya.
Phuc menjalani perawatan laser dengan dokter Jill Waibel (Foto: Foxnews) |
Waibel telah menggunakan laser untuk mengobati luka bakar termasuk luka napalm selama sekitar satu dekade. Setiap pengobatan biasanya membutuhkan biaya sampai 1.500-2.000 dolar AS atau sekitar Rp 20 juta-Rp 27 juta, tapi Waibel menawarkan untuk menyumbangkan jasa ketika Phuc menghubunginya untuk konsultasi. Ayah mertua Waibel telah mendengar Phuc berbicara di sebuah gereja beberapa tahun yang lalu, dan ia mendekatinya setelah Phuc menggambarkan rasa sakit yang dideritanya.
Waibel menjelaskan bahwa jenis laser yang digunakan untuk menyembuhkan bekas luka Phuc awalnya dikembangkan untuk menghaluskan keriput di sekitar mata. Prosedur menciptakan lubang mikroskopis pada kulit yang memungkinkan topikal, membangun lapisan obat kolagen untuk diserap ke lapisan jaringan.
Waibel memperkirakan Phuc perlu tujuh kali perawatan selama delapan atau sembilan bulan ke depan untuk hasil yang maksimal.
Baca juga: Kena Luka Bakar Hebat Tangan Frank Dijahitkan Ke Perutnya
(up/up)












































Phuc menjalani perawatan laser dengan dokter Jill Waibel (Foto: Foxnews)