Seorang penyintas gangguan kompulsif obsesif (OCD) asal Jakarta, Aisyah Kamaliah membagikan ceritanya hidup dengan kondisi tersebut selama bertahun-tahun. OCD yang diidapnya membuat dirinya kerap terobsesi dengan angka-angka ganjil.
"Misalnya, naik tangga, aku harus naik tangga di angka ganjil, misalnya 11. Jadi kalau ada 12 anak tangganya, aku lompatin satu jadinya ganjil," ujar Aisyah dalam sesi bincang-bincang detikPagi, Jumat (5/5/2023).
Selain terobsesi dengan angka ganjil, Aisyah kerap memiliki 'ritual' yang ia lakukan secara berulang. Aisyah baru berhenti melakukan 'ritual' tersebut apabila ia merasa lelah atau puas.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Misalkan charger nih, kayak sekali, dua kali, tiga kali, 'kok kurang pas?' Nah aku ulangi sampai 5-7 kali sampai 'oke gue capek, cukup gitu.', dalam satu waktu yang sama," kata Aisyah.
Dikutip dari Mayo Clinic, OCD adalah gangguan kesehatan mental yang terjadi saat seseorang memiliki pemikiran obsesif dan tingkah laku kompulsif. OCD bisa dialami oleh siapapun, baik pria maupun wanita, bahkan gejala tersebut dapat dirasakan sejak usia anak-anak.
Awal Mula Terkena OCD
Mulanya, gejala OCD dialami ketika Aisyah duduk di bangku sekolah dasar (SD). Saat itu, Aisyah memiliki kebiasaan mengelus-elus tembok dengan frekuensi angka ganjil.
"Sebenarnya dari SD itu aku udah ada kebiasaan ngelus tembok berulang kali gitu. Kalau misalnya iseng jalan gitu, dielus. Tapi itu diulang di angka ganjil, harus tiga kali," bebernya.
Kebiasaan itu dirasa mulai mengganggu ketika ia beranjak dewasa lantaran terus-terusan mengalami tekanan. Puncaknya, ketika rumahnya mengalami kemalingan.
"Jadi sebenarnya itu nggak terlalu mengganggu kan. Tapi pas kuliah, masuk ke dunia kerja, makin banyak tekanan, makin lebih sering gitu (kebiasaan) terulangnya," kata Aisyah.
"Ketika suatu hari rumahku kemalingan, itu makin parah checkingnya. Jadi aku harus ngegembok rumah berkali-kali sampai ngecekin," lanjutnya.
Insiden tersebut rupanya men-trigger OCD yang diidap Aisyah. Ia selalu menangis, susah tidur, bahkan berpikiran untuk bunuh diri karena selalu dilanda kekhawatiran.
"Terus aku nangis, di saat orang-orang udah move on sama kejadian itu, aku masih nangis. Aku susah tidur, sampai suatu hari aku mikir 'apa gue bunuh diri aja kali ya?' karena saking takutnya," tutur Aisyah.
Mencari Bantuan
Untungnya, Aisyah segera mencari bantuan ke psikolog dan menceritakan masalahnya. Psikolog yang dihubungi Aisyah menyarankan agar Aisyah segera pergi ke psikiater lantaran ia mengalami gejala-gejala yang harus membutuhkan konsumsi obat.
"Sampai mbak Nina (psikolog) bilang kalau gangguannya sudah sampai insomnia, kepikiran bunuh diri, lebih baik langsung ke psikiater. Sebenarnya psikolog bisa membantu, kalau berdasarkan gejala yang aku sampaikan ke dia, ternyata aku butuh obat-obatan gitu," kata Aisyah.
Setelah mengunjungi psikiater, Aisyah menceritakan segala keluhannya. Ia mengaku lelah dengan kondisi tersebut dan langsung didiagnosis mengidap OCD.
"OCD itu sebenarnya gejalanya khas banget ya. Jadi pas aku masuk ke psikiater, langsung nangis 'aku capek ngulang segala-galanya'," tutur Aisyah
"Dokternya dengerin aja dulu terus dia bilang 'ini gangguan kecemasan OCD'. Jadi dalam pertemuan pertama langsung didiagnosis sih," lanjutnya.
NEXT: Tetap Menjalani Pengobatan
Tetap Menjalani Pengobatan
Kini, Aisyah sudah berstatus penyintas OCD. Namun, ia tetap merasakan gejala yaitu mengulang hal yang sama. Bedanya, ia sekarang sudah mampu untuk mengontrol gejala tersebut.
"Nah kata dokter aku tuh nggak ada yang bisa lepas 100 persen dari OCD. Jadi yang ada itu kita bisa mengontrol," ungkap Aisyah.
Aisyah menambahkan, dirinya tetap pergi ke psikiater. Ia juga tetap mengonsumsi antidepresan dan obat-obatan agar kondisinya bisa tetap terkontrol.
"Jadi sampai sekarang pun aku tetap ke psikiater. Tetap minum obat antidepresan, obat yang bikin pikiran tetap clear gitu ya. Karena kalau OCD itu kan pikirannya penuh banget, kayak gabisa mikir yang benar-benar jelas gitu," ujar Aisyah.
Selain melakukan pengobatan, Aisyah juga disarankan oleh psikolog untuk menulis sebagai terapi guna mengontrol OCD yang diidapnya. Dari sana, ia berhasil menerbitkan buku berjudul 'Diary of My OCD: Where is the Happiness' pada 2021 silam.
"Jadi aku kan emang suka menulis sampai akhirnya keluarlah bukuku tentang OCD itu," kata Aisyah.
Pesan Aisyah untuk Pengidap OCD
Aisyah berpesan pengidap OCD untuk berdamai dengan diri sendiri. Sebab, menerima diri sendiri bukanlah hal yang mudah bagi pengidap OCD.
"Berdamai dengan diri sendiri, mengenal dengan diri kita sendiri, dan jangan takut untuk meminta bantuan orang lain," tutur Aisyah
Ia juga mengingatkan agar pengidap OCD tidak sungkan untuk meminta bantuan. Menurut Aisyah, tidak perlu merasa takut terlihat 'aneh' di mata orang lain.
"Padahal dengan orang bilang 'nggak papa, gue bantuin'. Kalau nggak misalnya lagi kumat, terus diingetin 'eh jangan gitu'. Oh ternyata ada yang care sama kita," ujar Aisyah.
"Jadi tetap semangat untuk teman-teman yang mengalami hal yang kayak aku juga," pungkasnya.











































