Influencer sekaligus penyintas Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) asal Yogyakarta, Zohar Mustika Zams (31) kerap membagikan konten terkait kondisi tersebut di TikTok-nya. Alasannya yaitu ia dan putranya, Abraham Semara Bumi Prawira (5) sering mendapatkan stigma negatif dari lingkungan sekitar.
"Saya ingin sekali mengedukasi banyak orang untuk hidup berdampingan dengan orang seperti kami, karena kami tidak bodoh, malas ataupun aneh, kami hanya pengidap ADHD," kata Zoai, sapaannya, dihubungi detikcom, Selasa (6/6/2023).
Mulanya, ia merasa ada yang aneh dengan perilaku anaknya yang kerap disapa Abam itu. Dituturkan Zoai, Abam termasuk anak yang terlalu aktif, tidak sabaran, berisik, mudah tantrum, hingga sulit berkonsentrasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi awal curiga pas saya punya anak, ibu saya bilang 'Ini mah sama kaya kamu pas kecil', tetapi saya ngerasa anak saya kok beda ya sama anak seusianya, akhirnya saya bawa ke dokter tumbuh kembang," tutur Zoai.
Dokter sempat menduga Abam mengidap autis atau kecanduan gawai. Setelah tiga bulan terapi, dokter mendiagnosa Abam dengan ADHD.
ADHD dibagi menjadi tiga jenis yakni inattentive, hyperactive, dan combined (gabungan antara inattentive dan hyperactive). Abam didiagnosis mengidap tipe combined.
Menjalani Pengobatan dan Terapi
Zoai menyebut, Abam sering dirundung dan dikucilkan oleh teman-teman di sekolahnya. Saat itu, Abam sempat bersekolah di sekolah umum.
Dikarenakan merasa tertekan, Abam sulit beradaptasi dengan lingkungannya. Mengetahui diagnosis tersebut, akhirnya Zoai memindahkan Abam ke sekolah inklusi.
"Banyak anak ADHD sekolah di sekolah umum akhirnya sering dicap anak nakal atau pemberontak karena tidak bisa diam dan susah fokus," ujar Zoai.
ADHD merupakan penyakit yang tidak bisa disembuhkan, namun bisa dikontrol. Mengontrol gejala ADHD pada anak tidak perlu mengonsumsi obat-obatan sebagaimana orang dewasa.
Zoai menuturkan, dalam seminggu Abam menjalani terapi sebanyak 5 kali. Di sekolah Abam menjalani terapi sebanyak 3 kali, sementara di rumah sakit sebanyak 2 kali.
Beruntung, Abam didiagnosis ADHD sejak usia anak-anak. Sedangkan, Zoai baru didiagnosis kondisi itu ketika berusia 30 tahun.
"Anak yang diterapi sejak dini dia memiliki potensi hidup normal, tetapi jika tidak terdeteksi dari awal seperti saya skrg kalau di Amerika jatuhnya disabilitas mental," ungkapnya.
Zoai dan Abam, ibu-anak yang mengidap ADHD Foto: ANDHIKA PRASETYADI |
NEXT: Tantangan Punya Anak dengan ADHD
Tantangan Punya Anak dengan ADHD
Zoai mengaku ada tantangannya tersendiri jika seorang ibu memiliki anak dengan ADHD. Terlebih, dirinya juga mengidap kondisi serupa.
"Memiliki anak ADHD sungguh challenging buat saya yg memiliki ADHD juga, sehingga saya harus terus ke psikiater dan psikolog untuk bisa berdampingan dan bisa tumbuh bareng bersama anak saya," kata Zoai.
Ia juga mengaku kesulitan untuk mencari jasa baby sitter atau pengasuh anak yang bisa menerima kondisi Abam. Selain itu, anak dengan ADHD juga perlu biaya pendidikan yang lebih tinggi.
Zoai juga menyebut, banyak orang tua yang bernasib sama dengannya memilih konseling ke psikiater. Sebab, menghadapi anak dengan ADHD bisa memicu stres.
"Bahaya sekali jika ibu yang stres merawat anak berkebutuhan khusus tanpa konseling," pungkasnya.












































