Devi Yanuari, Menebar Literasi Soal Autisme di Tengah Kesibukan Berbisnis

Devi Yanuari, Menebar Literasi Soal Autisme di Tengah Kesibukan Berbisnis

Sudrajat - detikHealth
Kamis, 22 Feb 2024 14:14 WIB
Devi Yanuari, Menebar Literasi Soal Autisme di Tengah Kesibukan Berbisnis
Devi Yanuari dan Isti Anindya (berkacamata) menebar literasi soal autisme via podcast Motherofautistic (Foto: Sudrajat / detikcom)
Jakarta -

Lewat doa dan perjuangan tanpa lelah, Devi Yanuari akhirnya mulai mengandung dari benih suaminya tercinta, Ikhwanurdien di usia pernikahan tahun ketiga. Perempuan kelahiran Surabaya 25 Januari 1989 itu kian merasa sempurna sebagai seorang perempuan ketika Malik lahir ke dunia, 14 Februari 2015. Namun kebahagiaannya mulai terusik ketika memasuki usia 2 tahun Malik tak menunjukkan respons seperti bayi-bayi lain seusianya. Setiap kali dipanggil atau diperlihatkan tontonan di youtube buah hatinya itu tak merespons.

"Saya makin curiga ada sesuatu dengan Malik ketika melihat balita lain yang persis sebayanya sudah bisa salim saat berjumpa dengan orang lain," tutur Devi saat berbincang dengan detikHealth, Rabu (21/2/2024).

Setelah berkonsultasi dengan suami dan keluarganya, ia pun membawa Malik ke klinik tumbuh kembang. Tak sampai 5 menit dokter yang memeriksanya langsung menyimpulkan bahwa Malik mengidap ASD (Autism spectrum disorder). Juga memberikan resep obat-obatan dan menyarankan agar Malik menjalani sejumlah terapi untuk merapihkan sejumlah sarap di otaknya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Devi benar-benar merasa seperti disambar petir di siang bolong. Namun dia cuma biasa diam memendam amarah dan kecewa terhadap si dokter. "Di mobil baru aku menangis dan menumpahkan kekesalan. Saya menilai dokter itu tidak fair karena tidak melakukan pemeriksaan dan diagnosis intens kok sudah menjatuhkan vonis," tuturnya.

Beruntung ibu mertuanya yang seorang dokter membantu menenangkan dan memberinya pengertian. Devi manut ketika disarankan untuk mencari pembanding ke psikolog dan dokter lain. Hasilnya kurang lebih sama. Selain menjalani terapi dan memberinya obat, Devi mendaftarkan Malik ke play group agar bisa berinteraksi dengan banyak orang.

ADVERTISEMENT

Banyak drama yang harus dihadapi selama membersamai Malik. Tak semua orang di lingkungan pergaulannya paham dengan kondisi Malik. Mereka cenderung menyalahkan dan memberikan stigma seolah aktivitasnya sebagai pebisnis membuat Malik seperti itu. Di level sekolah pun tak semua memiliki psikolog dan guru-guru yang punya pemahaman memadai tentang autisme. Saat Malik di jenjang Taman Kanak-kanak, emosi Devi sempat meledak karena tiba-tiba mendapat saran agar putra sematang wayangnya itu dipindahkan ke Sekolah Luar Biasa.

Isti Anindya dan Devi Yanuari bersama anak-anak merekaIsti Anindya dan Devi Yanuari bersama anak-anak mereka Foto: Dok. Misis Devi

Perkembangan Malik sendiri berjalan pelan. Ia masih suka tantrum yang offensive. Berteriak-teriak, memukul dan menendang, hingga menjambak rambut ibunya. Juga menggigit shadow teachernya. Di sisi lain penguasaan kata dan komunikasinya juga masih lambat. Padahal terapi dijalaninya hampir setiap hari, mulai terapi perilaku, sensori integrasi, dan yang terberat terapi wicara karena mulut Malik harus di-sogrok dengan sikat.

"Waktu Malik usia 4 tahun, aku begitu berambisi untuk membuat Malik menjadi 'normal'. Aku ingin Malik bisa mengejar semua ketertinggalan. Secara psikologis aku lelah merasa dianggap 'gagal' sebagai Ibu, karena Malik 'berbeda'," tutur Devi dalam instagramnya, Misis Devi.

Misis Devi adalah nama merek bisnis fesyen yang dikelolanya sejak 2012. Produknya mulai bros, headpiece, busana muslimah, hijab, hingga dumpling bag (tas tangan perempuan) yang dijual secara online. Menjadi wirausahawati dilakoninya sejak kuliah di Jurusan Akuntansi Universitas Airlangga. Selain berjualan aneka jilbab dan cardigan di lingkungan kampus, Devi aktif berburu aneka lomba demi meraup rupiah. Hasilnya, dia pernah terpilih menjadi 'Ning Persahabatan' 2008, Finalis Putri Indonesia Jawa Timur, dan Juara 2 Duta Antinarkoba.

"Hadiahnya aku buat modal kulakan baju di PGS (Pasar Grosir Surabaya) terus aku jual lagi di kampus," kenangnya. Disokong 8 penjahit di konveksinya dan 4 staf yang khusus mengelola media sosial, devi mengaku kini bisa meraih omset sekitar Rp 100 juta per bulan.

Di tengah kesibukannya berbisnis, Devi tentu tak melupakan Malik yang kini bersekolah di School of Universe di Parung. Karena pada dasarnya gemar bercerita, Devi tak sungkan membagi suka-dukanya selama membersamai Malik. Tim media sosialnya sesekali dia minta untuk membuat konten seputar autisme.

Lewat Instagram yang punya followers 87,4 ribu, Devi misalnya berbagi cerita seputar tips memilih sekolah, memilih klinik dan rumah sakit hingga psikiater dan terapis, tips pembiayaan lewat BPJS, hingga soal pentingnya sertifikat tentang kondisi anak ASD yang berstandar internasional.

Sejak akhir Oktober 2023, dia berkolaborasi dengan Isti Anindya dari komunitas Peduliasd membuat podcast MOA (motherofautstic). Kebetulan Isti tengah menempuh program doktoral bidang autistic dari Fakultas Kedokteran UI. Dia mendapatkan pendanaan riset dari BRIN untuk membuktikan bahwa sistem imunitas yang baik dapat menjaga stabilitas kondisi autistik anak. Sebaliknya jika kekebalan tubuh anak buruk, maka dapat menganggu perkembangan dan juga memperparah kondisi autistik anak.

"Putri sulung aku juga ASD, berusia 11 tahun. Dia ternyata dilahirkan untuk memberikan aku sumber inspirasi yang berlimpah. Tanpa kehadiran Ayya, mungkin aku tidak akan menjadi peneliti yang berfokus pada tema autism," kata Isti.

Sejak akhir Oktober 2023, duet Devi dan Isti sudah menghasilkan belasan episode dan 80 postingan dengan lebih dari 1000 followers. "Aku bercerita dari sisi ibu awam, Mba Isti menyampaikan kajian akademis dengan beragam referensinya," kata Devi.

Halaman 2 dari 2
(jat/up)

Berita Terkait