Seorang tattooist (seniman tato) asal Yogyakarta, Lois Nur Fathiarini mengakui bahwa sertifikat yang dimiliki studio tato pada umumnya bukan berasal dari dinas kesehatan. Sertifikat yang ada dibuat oleh organisasi tato tanpa proses audit, itu pun lebih difungsikan sebagai tanda keanggotaan saja.
Oleh karena itu wajar jika pengawasan dari dinas kesehatan bakal sulit dilakukan. Satu-satunya yang paling memungkinkan adalah pengawasan person-to-person di antara sesama tattooist, untuk saling mengingatkan agar menjaga standar kerja tattooist internasional.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lois yang juga seorang kolektor tato memiliki cara tersendiri untuk memilih studio tato yang terpercaya. Untuk menilai kualitasnya, perempuan muda beranak satu yang tubuhnya penuh tato ini akan menanyakan atau menyaksikan langsung proses kerja sang tattooist.
Menurut Lois, cara si tattooist memperlakukan peralatan atau mempersiapkan tempat kerjanya sangat mencerminkan disiplin kerjanya. Misalnya selama sedang menato pelanggan, sang tattooist seharusnya tidak menerima telepon atau maupun sekedar memegang ponsel.
"Kalau saya nggak bisa lihat sendiri cara kerjanya, seenggaknya saya harus yakin kalau tattooist-nya ngerti prosedur sterilisasi dan sebagainya," kata Lois yang sudah 2 tahun menekuni seni tato profesional dan memiliki studio tato di Yogyakarta yang dikelolanya bersama sang suami.











































