Dalam kisah-kisah detektif, korban pembunuhan seringkali diracun lewat makanan atau minuman. Begitu juga pejuang Hak Asasi Manusia (HAM), Munir dibunuh dengan racun arsenik yang dicampur minuman. Mengapa lewat makanan atau minuman?
Ahli forensik dari RS Cipto Mangunkusumo, Dr Abdul Mun'im Idris, SpF membenarkan bahwa keberadaan racun dalam makanan atau minuman seringkali susah terdeteksi. Beberapa jenis racun tidak memberikan bau, warna atau rasa yang khas sehingga tidak mencurigakan.
Maka dari itu, di tempat-tempat umum selalu ada imbauan untuk tidak sembarangan menerima tawaran makanan dan minuman dari orang yang tidak dikenal. Bukan berarti tidak menghargai, tetapi hal itu penting dilakukan sebagai antisipasi tindak kejahatan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Risiko ini kadang terabaikan ketika seseorang merasa tidak punya musuh dan tidak mungkin ada yang berniat membunuhnya dengan racun. Dalam bayangan orang kebanyakan, risiko pembunuhan dengan racun hanya mengancam orang terkenal, yang sangat pengaruh dan punya banyak musuh.
Padahal tujuan penjahat memberi racun dalam makanan atau minuman tidak selalu untuk membunuh seperti dalam kisah-kisah detektif. Bahkan dalam kehidupan nyata, Dr Mun'im mengatakan bahwa kasus orang dibunuh dengan racun jumlahnya sangat sedikit karena memang tidak mudah untuk melakukannya.
"Racun yang banyak digunakan itu sekarang adalah sejenis obat tidur generasi terbaru. Tidak usah saya sebut namanya nanti malah dipakai. Bukan untuk membunuh tapi biar korbannya tidak sadar, lalu diperkosa atau barang-barangnya diambil. Itu yang harus diwaspadai," kata Dr Mun'im.
Tidak selalu lewat minuman, racun untuk membuat orang tidak sadar bisa diberikan oleh penjahat dengan cara lain. Ada banyak modus yang dipakai, salah satunya dengan tisu yang dibasahi lalu ditutupkan ke muka korban agar racunnya terhirup lewat hidung.
(up/ir)











































