Di era otonomi daerah, pemerintah pusat hanya bisa membuat kebijakan, tetapi impelentasinya tetap ada di tangan daerah. Oleh karena itu, daerah-daerah harus didorong untuk mendukung program ASI Eksklusif dan menyiapkan ruang khusus menyusui serta memerah ASI. Caranya adalah menyisihkan anggaran untuk program ini
"Kalau bisa, ASI eksklusif dijadikan isu politik yang menjadi bahan kampanye waktu mencalonkan diri menjadi bupati atau walikota dan harus benar-benar ditagih ketika terpilih. Masyarakat akan semakin kritis. Kalau mengabaikan ASI eksklusif, jangan pilih dia," kata Slamet Riyadi Yuwono, Direktur Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan RI kepada detikHealth seperti ditulis, Rabu (28/11/2012).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pencapaian ini jelas kurang dapat dibanggakan. Sebagai perbandingan, cakupan ASI Eksklusif di India saja sudah mencapai 46 persen, di Filipina 34 persen. Indonesia haya sedikit di atas Vietnam yang memiliki cakupan 27 persen dan Myanmar 24 persen. Kementerian Kesehatan menargetkan angka ini akan naik menjadi 40-50 persen di tahun 2014 nanti.
"Kami cukup berkeinginan apabila ASI eksklusif bisa diberikan secara maksimal, maka kematian bayi dan balita bisa ditekan sekecil mungkin. Kalau dilakukan dengan baik, bahan bakunya bagus, fisiknya bagus maka ke depannya bayi tidak akan mudah sakit. Pertimbangan ini perlu dipikirkan oleh pembuat kebijakan," terang Slamet.
Menurut Slamet, rendahnya pencapaian ASI Eksklusif ini disebabkan oleh beberapa kendala di lapangan, yaitu:
1. Kurangnya political will pejabat-pejabat di kabupaten dan kota
2. Kurangnya kemauan dari ibu untuk memberikan ASI Eksklusif paling tidak 6 bulan berturut-turut kepada bayinya
3. Gencarnya promosi dari produsen susu lewat iklan
4. Para bidan pada dokter yang bekerjasama dengan pabrik susu formula
Kemenkes sebenarnya tidak melarang sponsorship dari produsen susu formula, asal sesual etika dan peraturan yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) tentang ASI yang dikeluarkan bulan Maret 2012 lalu.
"Kalau seminar dan pendidikan, produsen susu formula masih boleh mensponsori. Tetapi tidak boleh ada komitmen produsen susu formula dengan tenaga kesehatan bahwa akan ada pembelian atau promosi produk," pungkas Slamet.
(pah/vit)











































