Beberapa SD mengharuskan calon siswa untuk bisa calistung (membaca, menulis, dan berhitung). Akibatnya, tak sedikit orang tua berlomba-lomba mengenalkan keterampilan tersebut ke anak sejak usia balita. Apa dampaknya?
Ratih Zulhaqqi, M.Psi, psikolog anak dari klinik tumbuh kembang Kancil mengatakan kebutuhan anak di usia TK dan playgroup adalah bermain. Terlalu memaksakan anak untuk belajar calistung akan membuat waktu untuk bermain banyak terampas, sehingga perkembangannya terganggu.
"Ketika tumbuh besar, anak malah bisa jadi malas belajar karena semasa kecil waktu bermainnya hilang," kata Ratih saat dihubungi detikHealth, Rabu (12/2/2014).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Efeknya akan semakin terasa pada anak dengan tingkat kecerdasan rata-rata, atau bahkan di bawah rata-rata. Anak-anak dengan kondisi demikian akan lebih merasa terbebani, kemudian stres, jika dipaksa menguasai materi pelajaran SD sebelum waktunya.
"Nanti kalau dipaksa dia jadi stres. Misalnya jadi cengeng, disuruh nggak mau, makan nggak mau, atau bahkan tiba-tiba ngompol," kata Irene Guntur, MPsi, seorang psikolog pendidikan dari Universitas Tarumanegara.
Lalu kapan idealnya anak-anak belajar calistung? Baik Ratih maupun Irene berpendapat keterampilan tersebut idealnya dipelajari saat anak sudah berusia 7 tahun yakni saat masuk SD. Boleh lebih awal, tetapi sifatnya hanya memperkenalkan lewat hal-hal yang dekat dengan keseharian.
"Nggak perlu di-drill 3 + 2 sama dengan 5. Dekatkan saja dengan keseharian. Misalnya ibu punya 5 permen, diambil 2 tinggal berapa?" saran Ratih.
(up/vit)











































