Menimang bayi agar berhenti menangis memang lumrah dilakukan. Tetapi, ketika orang tua panik atau mengguncang tubuh anak terlalu kencang, bisa terjadi trauma pada otak anak yang dikenal dengan istilah shaken baby syndrome.
Dikatakan dr Marissa TS Pudjiadi SpA, shaken baby syndrome bisa terjadi ketika kepala anak di bawah usia satu tahun terguncang terlalu keras karena diayun atau 'dilempar' ke kanan atau ke kiri. Apalagi, jaringan di kepala anak masih terbilang lunak.
"Kalau kepala diguncang, bisa menyebabkan pembuluh darah tertarik. Sehingga menyebabkan lebam di otak. Pada shaken baby syndrome ini pembuluh darah sebagian pecah karena terdapat tarikan atau guncangan," tutur dr Marissa saat dihubungi detikHealth dan ditulis pada Rabu (23/9/2014).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian, secara keras mengguncang anak ke depan dan ke belakang berulang kali. Otomatis, guncangan seperti itu menyebabkan kepala secara keras pula terguncang ke depan dan ke belakang berulang kali.
"Tidak apa-apa kok mengajak bayi bermain, jangan terlalu parno. Hanya harus tetap hati-hati. Permainan biasa yang standar dilakukan tidak menyebabkan shaken baby syndrome," tutur ibu satu anak yang kini tengah mengambil pendidikan dokter anak di FK Unair/Dr Soetomo Surabaya ini.
"Menurut data CDC, 1 dari 4 anak yang mengalami SBS akan meninggal. Yang masih bertahan hidup pun mempunyai pengaruh jangka panjang terhadap kesehatannya," imbuh dr Meta.
Lantas bagaimanakah penangangan shaken baby syndrome dan akibat apa yang terjadi akibat trauma ini? Selain itu kebiasaan orang tua seperti apa yang bisa memicu timbulnya trauma pada otak anak?
Simak paparannya untuk menguak seluk beluj shaken baby syndrome di ulasan khas detikHealth minggu ini. Selamat membaca!
(rdn/up)











































