Menurut ahli gizi Jansen Ongko, Msc, RD, komposisi tubuh manusia paling banyak terdiri atas air. Bisa dibilang kadarnya bahkan mencapai 55-75 persen. Nah, tentu akan ada bobot yang hilang jika seseorang menghilangkan asupan garam.
"Garam itu osmosis, menyerap air di tubuh. Jadi yang hilang itu bukan berat tubuh. Dalam 2 pekan itu yang hilang cuma kadar persentasi airnya saja. Yang 'dimainkan' cuma kadar airnya saja, lemak tubuhnya tetap segitu-segitu saja," pungkas Jansen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Misalnya ketika orang tersebut merasa berat badannya sudah normal dan tak perlu membatasi makan lagi. Porsi dan pola makannya bisa saja menjadi berlebihan dan membuat bobotnya kembali naik.
"Kalau kita sebagai ahli gizi itu akan membuat bahwa kalau tidak 'on diet', maka tidak bisa kurus. Dari sisi psikologis kan ada yang merasa 'on diet' dan 'off diet', jadi diet itu seperti solusi. Padahal yang namanya diet itu kan pola makan, bukan solusi 'Duh harus diet nih'," pungkas Jansen.
Kondisi seperti ini menurut Jansen berisiko membuat seseorang mengalami eating disorder. Tak kalah penting, mengurangi asupan garam menurut Jansen juga bisa menimbulkan dehidrasi lho.
"Dehidrasi tidak hanya kurang minum saja, ketidakseimbangan elektrolit juga jadi dehirasi. Itulah mengapa atlet pelari setelah lari berjam-jam butuh minuman elektrolit. Elektrolit itu ya natrium dan sodium," terangnya kepada detikHealth, seperti ditulis pada Rabu (28/1/2015).











































