Akan tetapi konon rasa nyeri yang dikeluhkan calon ibu saat persalinan cenderung berbeda dari satu ke ibu yang lain. Ada yang merasakan nyeri luar biasa, tapi ada juga yang biasa-biasa saja.
Bagaimana bisa begitu? dr Sita Ayu Arumi, SpOG dari RSU Bunda Menteng Jakarta menjelaskan secara garis besar ada empat sebab utama yang mendasari perbedaan ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dapat dikatakan di dalam proses persalinan memang diperlukan kekuatan atau energi yang cukup besar. Ibu yang mengalami kelelahan dalam persalinan tidak cukup toleran dalam menghadapi rasa nyeri, sehingga intensitas nyerinya semakin tinggi," jelasnya kepada detikHealth dan ditulis Rabu (9/9/2015).
Faktor kedua adalah usia. Menurut hemat dr Sita, ibu yang melahirkan pertama kali pada usia tua cenderung mengalami persalinan dengan durasi lebih panjang dibandingkan ibu yang masih muda. Dan biasanya, primipara (wanita yang baru melahirkan pertama kali) dengan usia tua juga merasakan intensitas nyeri yang lebih tinggi ketimbang primipara usia muda.
Baca juga: Dokter: Tubuh Wanita 'Dirancang' Tahan Menghadapi Nyeri Melahirkan
Hal lain yang tak dapat dikesampingkan adalah faktor ukuran janin. Apa hubungannya? dr Sita menerangkan, "Karena semakin besar janinnya, maka diperlukan peregangan jalan lahir yang semakin lebar, sehingga nyeri yang dirasakan semakin kuat," kata dokter kandungan yang akrab disapa dr Sita tersebut.
Bukan hanya itu saja, rupanya produksi hormon si calon ibu juga berdampak pada tinggi rendahnya intensitas nyeri yang dirasakannya saat persalinan.
"Tergantung juga pada efek opioid endogen atau endorphin, yaitu neurotransmitter yang menghambat pengiriman rangsang nyeri sehingga dapat menurunkan sensasi nyeri. Padahal kan tingkatan endorphin berbeda antara satu orang dengan lainnya," paparnya.
Artinya di samping karena pengaruh kondisi fisiologis ibu di saat persalinan, tinggi rendahnya nyeri yang dirasakan sebenarnya berakar dari 'bakat lahir' dari si ibu sendiri. Tingkatan endorphin inilah yang memicu perbedaan toleransi nyeri yang dapat dirasakan masing-masing individu.
Baca juga: Sejak Kapan Sih Nyeri Melahirkan Akan Mulai Dirasakan Calon Ibu?
Di sisi lain, dari sebuah penelitian yang dilakukan Stanford University di tahun 2012 terungkap bahwa wanita memiliki tingkat rasa sakit 20 persen lebih tinggi dibanding pria dan lebih sensitif, meskipun keduanya mengidap penyakit yang sama, seperti sakit punggung, nyeri sendi atau infeksi sinus. Bahkan pada pasien penyakit tertentu seperti diabetes, nyerinya bahkan jauh lebih besar ketimbang pria.
Diduga ada peranan hormon seks dalam proses merespons nyeri ini. Buktinya, ketika wanita mencapai menopause, perbedaan rasa sakit antargender ini juga cenderung berkurang.
(lll/up)











































