Tetapi dewasa ini, keinginan ini seakan 'difasilitasi' oleh adanya media sosial. Kita lebih suka memantau setiap update atau perkembangan kabar dari yang bersangkutan. Kadang ikut merasa senang bila orang itu bahagia dan sebaliknya, tetapi tak jarang juga cemburu.
Lalu mengapa muncul kecenderungan semacam ini? "Jawabannya cuma satu 'karena tidak ada risiko', nggak ada tanggung jawabnya kan," tutur Rosdiana Setyaningrum, MPsi, MHPEd, psikolog yang juga pengasuh rubrik konsultasi psikologi seks dan perkawinan di detikHealth.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau kepo lewat social media, itu tidak masuk kriteria stalking," ungkapnya.
Spesialis kejiwaan yang akrab disapa dr Uci itu menambahkan, orang yang mempunyai kecenderungan untuk melakukan kepo sebenarnya hanyalah introvert atau memiliki kepribadian yang tertutup. "Jadi dia nggak mau orang tau kalau dia kepoin orang itu, dan ia sebisa mungkin menghindari tatap muka, karena ia tidak suka dilihat orang," jelasnya saat dihubungi secara terpisah.
Meski begitu, dari hasil survei yang dilakukan terhadap 2.000-an wanita di Inggris, lebih dari 30 persen wanita masih berteman dengan mantan pacarnya, demi bisa stalking. Bahkan 22 persen lainnya sengaja membuat akun palsu untuk tujuan yang sama.
Baca juga: Ingin Cari Perhatian, Pendorong Bertebarannya Pesan Galau di Media Sosial
Ini artinya media sosial seolah-olah bisa memberi ruang untuk mempermudah stalking. Sebab jika seseorang kedapatan mengikuti (stalking) orang yang disukainya secara fisik, maka yang bersangkutan harus menanggung risikonya seperti dihindari atau bahkan dilaporkan ke pihak yang berwajib. Sedangkan di dunia, risiko ini nyaris tidak ada karena tidak terlihat secara kasat mata.
"Wajarlah kalau kita (obyek stalking, red) merasa terganggu, karena kita tidak tahu tujuan dia stalking apa," tegas Diana.
Bila hanya sebatas ingin tahu karena akan terlibat dalam sebuah kegiatan misal sebagai narasumber, hal ini dikatakan Diana masih dalam batasan yang wajar. "Jaman sekarang yang bekerja di bagian rekrutment dia kan juga mencari tahu atau stalking calon pekerjanya," lanjutnya.
Menurut Diana, seseorang dikatakan berlebihan dalam stalking bila ia melakukannya tiap kali ada waktu luang, apalagi sampai mengganggu pekerjaan. "Masih wajar kalau dilakukan seminggu sekali, dan cukup 1 bulan saja. Lebih dari itu, sudah tidak wajar lagi," tutup Diana.
Baca juga: Alasan Narsis di Medsos: Merasa Insecure Hingga Butuh Pengakuan (lll/vit)











































