Sempat heboh 'tipu-tipu' sunscreen dengan klaim SPF di atas 50, setelah diuji lab ternyata hanya memiliki 2 SPF. Muncul anggapan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM RI) lalai dalam pengawasan sejumlah klaim produk yang beredar.
Plt Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, dan Kosmetik, Reri Indriani menegaskan pihaknya sudah melakukan uji sampling secara ketat dalam pre dan post market atau sebelum hingga setelah produk beredar. Dalam jejak pengujian sampling, sejumlah produk diakui Reri ditemukan kerap 'overclaim'.
"Kita sudah menyampaikan bahwa BPOM RI sebelum kosmetik tersebut diedarkan juga melakukan evaluasi terhadap kebenaran kandungan dan klaim dari SPF tersebut. Pada tahun 2022 dokumen yang dinilai sudah tidak memenuhi ketentuan terkait dengan klaim dan kandungannya," bebernya saat ditemui di kawasan Jakarta Pusat, Rabu (20/9/2023).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Artinya dia klaim SPF-nya50 ternyata dari aspek formula kandungannya tidak memenuhi klaim tersebut, itu ada datanya. Pada saat setelah produk beredar, kita juga melihat klaim tersebut penandaan misalnya SPF-nya 30 kemudian kita melakukan auditnya ternyata tidak sesuai kita kita minta disesuaikan," sambung dia.
Jika kandungan SPF tidak bisa diperbaiki sesuai dengan klaim awal produk, BPOM RI selalu meminta untuk mencantumkan keterangan sebagai mestinya, mengacu hasil uji laboratorium.
Selama tiga tahun terakhir, Reri menyebut ada 23 persen iklan promosi kosmetik yang tidak memenuhi ketentuan. Dari angka tersebut, 77 persennya berasal dari promosi di media online, termasuk e-commerce, media sosial, juga TikTok, hingga YouTube.
Sanksi administratif disebutnya bakal diberikan pada produsen maupun personil yang melakukan promosi atau kampanye kosmetik abal-abal. Dirinya mengimbau kepada seluruh influencer, content creator, juga beauty enthusiast untuk aktif melakukan sosialisasi literasi bahaya kosmetik ilegal.
"Harus patuh pada aturan, jangan pansos untuk mendapatkan likes sebanyak-banyaknya, tapi mendiskreditkan penyampaian informasi yang tidak benar kepada masyarakat," beber dia.
"Kerjasama dengan seluruh asosiasi ke depan kita perkuat dengan BPOM RI, mengawal daya saing produk lokal indonesia tidak bekerja sendiri. Review-review yang tidak bertanggung jawab itu luar biasa, bener ga itu?"
(naf/kna)











































