April: Kekerasan Seks di JIS, Anak-anak Kembali Jadi Korban

Kaleidoskop 2014

April: Kekerasan Seks di JIS, Anak-anak Kembali Jadi Korban

- detikHealth
Selasa, 30 Des 2014 12:36 WIB
April: Kekerasan Seks di JIS, Anak-anak Kembali Jadi Korban
Ilustrasi (Foto: Thinkstock)
Jakarta - Kasus pelecehan seksual yang dialami anak-anak kembali menggemparkan Indonesia. Kali ini terjadi di sebuah TK internasional di bilangan Jakarta Selatan. Diduga pelakunya adalah petugas cleaning service di sekolah dengan reputasi tinggi tersebut.

Kasus bermula ketika ibu si bocah yang baru berusia 5 tahun melihat anaknya jadi takut buang air kecil di sekolah, sering mengigau ketakutan saat tidur, serta memiliki memar di perutnya.

Tak cuma itu, anaknya pun berperilaku aneh. "Saya tahu kelakuan anak saya mulai aneh, jadi sebelum berangkat sekolah atau malam hari dia kalau kencing itu sampai harus dipencet-pencet kemaluannya sampai air kencingnya tidak ada lagi," kata ibunya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Rupanya anak itu hendak memastikan tidak ada lagi air kencing yang tersisa, sehingga di sekolah dia tidak perlu buang air kecil di toilet. Setelah dipancing untuk bercerita kepada tokoh kartun Captain Amerika dan The Hulk, bocah tersebut akhirnya buka suara.

Dengan polos si anak yang dirahasiakan identitasnya tersebut mengakui peristiwa tragis yang menimpanya. Menurut korban, pelakunya ada 5 orang. Peristiwa ini terjadi di toilet sekolahnya sendiri.

Setelah ditelusuri oleh Sang Bunda, diketahui bahwa pelaku adalah pekerja cleaning service di sekolah tersebut. Ia pun melaporkan tersangka ke polisi dan sejumlah pelaku telah ditahan oleh pihak Polda Metro Jaya. Kendati begitu, dampak psikologis dan fisik yang dialami si korban tak dapat ditolerir.

Ibunda si bocah mengungkapkan karena pelecehan seksual tersebut, putranya terserang herpes, yang diduga ditularkan oleh pelaku. Terbukti dari dua orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan, mereka positif memiliki virus yang sama dengan bakteri yang ada di tubuh korban.

"Side effect-nya anak mengalami gangguan paranoid, trauma berkepanjangan. Sering kali yang mengalami trauma seperti itu ketika dewasa mereka bermasalah terkait hubungan dengan laki-laki lain. Mereka pandangannya jadi negatif pada laki-laki lain," ujar psikolog anak dan remaja, Efnie Indrianie, MPSi.

Di sisi lain, upaya pencegahan perlu dilakukan agar anak terhindar dari pelecehan seksual. Terutama dengan mengajarkan apa yang disebut dengan 'underware rule'. Metode ini diperkenalkan oleh Dewan Uni Eropa, mengingat tingginya kasus pelecehan seksual di benua tersebut.

Underwear rule adalah suatu bentuk komunikasi antara orang tua dan anak untuk membantu mengajarkan pada anak-anak bahwa semua hal yang ditutupi pakaiannya, terutama yang ditutupi pakaian dalam, adalah milik mereka sendiri.

Anak perlu memahami bahwa area pribadi di tubuhnya memang benar-benar pribadi, sehingga anak tidak akan mengizinkan orang lain untuk menyentuh atau melihatnya. Jika mereka memiliki masalah atau tidak nyaman dengan tubuh atau area pribadinya, maka anak harus berbicara dengan orang dewasa yang dipercaya.

Dialog tentang underware rule ini bisa dilakukan pada saat orang tua memandikan anak atau saat memakaikan baju. Bisa juga dilakukan pada saat orang tua mengajak anak berenang. Dengan menggunakan waktu yang tepat, maka pembicaraan semacam ini tidak akan membuat anak takut atau bingung.

Selain itu, Efnie menekankan pentingnya prinsip kehati-hatian, baik pada pihak orang tua maupun sekolah. "Ini perlu jadi perhatian pihak sekolah atau badan usaha. Sebelum merekrut pegawai, mau itu tukang kebun atau petugas kebersihan, perlu dilakukan pemeriksaan fungsi otak secara lengkap untuk mendeteksi kemungkinan melakukan kriminalitas," saran Efnie.

Kalau perlu guru harus mau mendampingi anak saat ingin buang air, lanjut Efnie. Tetapi yang tak kalah penting, orang-orang yang ada di sekolah sendiri memang sebaiknya bisa dipercaya, sehingga sekolah dinyatakan layak dan aman bagi anak.

Psikolog Monica Sulistiawati menambahkan bila anak mengetahui ada anak lain yang menjadi korban kekerasan seksual lewat media massa, orang tua bisa memberikan penjelasan sekaligus pendidikan seksual.

"Misalnya untuk anak TK kita nggak pakai kata sodomi tapi ada anak yang terluka. Jangan lupa juga saat bicara dengan anak, ajak dia duduk dan perhatikan ekspresi dan bahasa tubuhnya," kata wanita yang akrab disapa Monic ini.

Berikutnya, kenalkan buku anatomi agar anak tidak kaget saat menstruasi atau mimpi basah. Orang tua bisa juga menjelaskan akibatnya jika anak tidak menjaga organ-organ pribadinya misalkan hamil, penyakit menular seksual dengan gambar yang menyeramkan.

"Kenalkan juga apa itu seks bebas dan konsep seks pra nikah serta apa konsekuensinya. Kalau mau cari informasi lewat internet, ajak buka situs tertentu bersama-sama. Kalau anak dibiarkan mengakses internet sendiri, kan bisa di lock beberapa situs yang dirasa tidak aman," timpal psikolog lainnya, Veronica Adesla.

Namun Vero mengingatkan, jangan marahi anak hanya karena tidak sengaja mengakses situs yang terlarang. Beri pengarahan secara perlahan-lahan karena namanya anak-anak pasti belum tahu bila apa yang ia lihat bisa saja berakibat buruk kepadanya kelak.

Ketika dimintai tanggapan tentang kasus kekerasan seksual pada anak TK ini, Menteri Kesehatan RI 2012-2014, Nafsiah Mboi menuturkan Kemenkes telah membuat Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) terkait terkait aturan para guru yang diharuskan mampu menjelaskan mengenai alat reproduksi yang 'diselipkan' pada beberapa jenis mata pelajaran.

(lil/up)

Berita Terkait