Dalam publikasinya di jurnal The Lancet, tim peneliti yang dipimpin oleh Prof Robert Beaglehole dan Ruth Bonita dari University of Auckland tersebut meminta Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) untuk melakukan 'turbo-charge effort' dalam memerangi penjualan rokok dan konsumsi tembakau.
Sekitar 1 miliar orang diperkirakan akan meninggal abad ini sebagai dampak kebiasaan merokok maupun bentuk lain dari konsumsi tembakau. Tragisnya, lebih dari 80 persen kematian tersebut terjadi di negara-negara yang dikategorikan miskin.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Ingin Berhenti Merokok? Jangan Cari Pasangan yang Juga Perokok
Oleh Prof Beaglehole, dunia bebas rokok didefinisikan sebagai dunia dengan jumlah perokok kurang dari 5 persen populasi orang dewasa. Saat ini, menurut Prof Beaglehole adalah saatnya dunia mengakui kerusakan yang disebabkan oleh industri dan penjualan rokok.
Organisasi Kesehatan Dunia WHO menyebut 6 juta orang di seluruh dunia meninggal karena rokok. Selain memicu kanker paru, rokok juga disebut sebagai faktor risiko sejumlah penyakit lain. Di antaranya penyakit jantung, stroke, dan tekanan darah tinggi.
Salah satu solusi yang ditawarkan WHO adalah Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Namun hingga 1 dekade sejak FCTC diperkenalkan, baru 15 persen orang di seluruh dunia yang bisa mengakses program untuk berhenti merokok. Dalam periode yang sama, 60 juta orang di seluruh dunia meninggal karena penyakit yang berhubungan dengan rokok.
Baca juga: Gara-gara Merokok, Dua Anak Pebisnis Ini Tak Terima Warisan Ayahnya
(AN Uyung Pramudiarja/Nurvita Indarini)











































