Kisah Rita, Ibu Muda di Bantul yang Merawat Anak dengan Sindrom Langka

Cornelia de Lange Syndrome (1)

Kisah Rita, Ibu Muda di Bantul yang Merawat Anak dengan Sindrom Langka

Rahma Lillahi Sativa - detikHealth
Selasa, 22 Sep 2015 10:35 WIB
Kisah Rita, Ibu Muda di Bantul yang Merawat Anak dengan Sindrom Langka
Foto: Rahma Lillahi Sativa
Yogyakarta - Saat mengandung anak pertamanya, Rita Nur Aminah merasa sehat dan tak pernah mengeluhkan apapun, padahal ia juga harus bekerja. Meskipun hanya memeriksakan diri di Puskesmas, ia meyakini janinnya sehat-sehat saja.

"Pikirannya positif-positif aja, orang saya sehat, kontrol rutin ke Puskesmas cukuplah," tuturnya dalam perbincangan dengan detikHealth dan ditulis Selasa (22/9/2015).

Memasuki usia kandungan 31 minggu, Rita bermaksud mempersiapkan keperluan untuk syukuran bayinya. "Bantu-bantu sampe jam 11 malam, jam 2 pagi terasa mules. Tapi karena baru pertama, saya nggak tahu kalau itu kontraksi, cuman saya diamkan. Ya rasanya nggak enak, tiap berapa menit kerasa," kisahnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kondisi mulas ini ditahan oleh Rita sampai pukul 04.30 pagi karena saat itu akhirnya terjadi pendarahan. Ia sempat dilarikan ke klinik bersalin di sekitar rumahnya di Sewon, Bantul namun pihak klinik mengaku keberatan melihat kondisi pendarahan Rita. Akhirnya ia pun dirujuk ke sebuah rumah sakit milik pemerintah di Bantul.

"Jam 5 sama dokternya di-USG, oh ini placenta previa, jadi plasentanya di bawah, harus di-caesar katanya. Ya sudah bagaimana baiknya saya manut (menurut) saja," lanjutnya.

Setelah dipindahkan ke ruang operasi, rasa mulas di perut Rita semakin tak tertahan. Bahkan meski ibu muda ini telah diberi obat penahan rasa nyeri, hasrat untuk mengeluarkan sesuatu dari dalam perutnya begitu kuat.

Sekitar 15 menit sebelum jadwal operasi, rupanya bayi Rita keburu lahir, walaupun dalam posisi sungsang. Bayi Rita lahir secara prematur, tepat pada tanggal 14 Maret 2014, dengan berat hanya 1.800 gram. Bayi laki-laki ini kemudian diberi nama Farhan Hafeezur Dhiyaurrahman.



Baca juga: Saat Anak Tanya Kondisi Temannya yang Berbeda, Ini Sebaiknya Jawaban Ortu

Setelah sempat dirawat selama 11 hari di RS tersebut, dokter merujuk Farhan ke RS Dr Sardjito. Waktu itu dokter mengatakan kepala Farhan kecil untuk ukuran anak seusianya. Belakangan ia baru tahu jika ubun-ubun putranya saat itu sudah menutup dan keras, atau biasa disebut dengan Craniosynostosis.

"Harusnya kalau bayi normal kan masih kelihatan ndut-ndut empuk gitu, kalau Farhan udah keras," jelasnya.

Rita sempat kecewa karena Farhan baru dirujuk setelah 11 hari berada di rumah sakit tersebut. Padahal ia sempat melihat dokter yang menanganinya meraba-raba kepala Farhan tetapi diam saja, dan tidak berupaya menjelaskan kondisi sang putra.

Sesampainya di RS Dr Sardjito, dokter spesialis yang berjaga saat itu memberikan 4 diagnosis untuk Farhan, di antaranya:

1. Craniosynostosis
2. Atrial Septal Defect (ASD) atau kerusakan pada salah satu atau kedua ruang atas jantung/atrium
3. Undescended Testicle (UDT) atau testis yang tidak turun
4. Cornelia de Lange Syndrome (CdLS)



CdLS sendiri merupakan sebuah kelainan genetik yang dibawa sejak lahir. Hanya saja, secara umum, CdLS tergolong sebagai kelainan bawaan yang sangat langka karena diperkirakan hanya terjadi pada 1 dari 10.000 kelahiran saja.

"Dianya kayak bingung (menjelaskan, red) ya karena waktu saya lahiran juga masih 18 tahun. Intinya gini, 'Bu, nanti kalau besar anaknya jadi anak spesial, yang sabar dan berdoa saja anaknya cepat tumbuh dan diperbolehkan pulang'," ungkap Rita.

Saat sang residen berlalu, iseng Rita melongok ke papan kecil berisi identitas ibu dan si bayi berikut diagnosisnya, yang biasa ditempel di pinggir tempat tidur. "Karena nggak paham, saya mbatin aja kok namanya bagus ya, Cornelia. Tapi saya nggak ada pikiran lain, cuma anak saya lahir sebelum waktunya aja," tandasnya.

Wanita berumur 20 tahun itu mengaku sangat awam dengan CdLS. Setahu dia, anak berkebutuhan khusus lebih identik dengan anak pengidap sindroma down atau cerebral palsy saja.

Bersambung...

Baca juga: Di Negara Maju pun Jumlah Anak Berkebutuhan Khusus Meningkat Tiap Tahun (lll/up)

Berita Terkait