Ceritanya, di tahun 1950-an, banyak penduduk asli Guam atau masyarakat Chamorros meninggal dunia karena terserang sebuah penyakit misterius. Penemunya adalah dokter-dokter militer yang bertugas di sana.
Setelah diselidiki, gejalanya dikatakan mirip dengan demensia, Parkinson maupun gangguan saraf motorik. Dari hasil pemeriksaan post-mortem juga ditemukan terjadi penumpukan protein yang tak wajar di otak pasien, dan kebetulan fenomena yang sama juga identik ditemukan pada pasien Alzheimer.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dr Paul Cox (Foto: SPL) |
Baca juga: Pikun Bukan Satu-satunya Gejala Awal Alzheimer
Saat itulah mereka menemukan sebuah racun alami bernama BMAA (Beta-N-methylamino-L-alanine). BMAA ini ditemukan di dalam akar dan biji pohon palem cycad, bahan utama pembuatan tortilla oleh masyarakat Chamorro. Kelelawar buah sendiri juga kerap menjadi santapan favorit masyarakat di sini, padahal kelelawar yang satu ini gemar makan biji cycad.
Tim yang dipimpin Dr Paul Cox ini pun meyakini BMAA-lah pemicunya. Untuk mengetahui bagaimana mekanismenya, peneliti mencoba memberi makan beberapa ekor monyet dengan buah yang telah disuntik BMAA. 140 hari kemudian, peneliti menemukan adanya protein-protein abnormal dalam otak monyet-monyet ini.
Bahkan setelah Cox melakukan percobaan yang sama dengan 32 monyet lain, hasilnya sama saja. "Setiap monyet yang memakan pisang dengan BMAA memiliki protein tak wajar dalam otaknya, bahkan yang dosis BMAA-nya rendah," ungkap Cox seperti dikutip dari BBC, Senin (25/1/2016).
Baca juga: Ilmuwan Sukses Pulihkan Fungsi Memori pada Anjing, Bisa Sembuhkan Pikun?
Menariknya, peneliti menemukan bahwa BMAA juga terkandung di dalam cyanobacteria yang dapat memicu munculnya ganggang hijau-biru di sejumlah perairan. Padahal cyanobacteria tak hanya ditemukan di Guam saja, tetapi di seluruh penjuru dunia.
Perairan yang mengandung ganggang hijau-biru (Foto: SPL) |
Sebuah studi lain juga menyimpulkan BMAA dapat terakumulasi di dalam tubuh ikan dan kerang di perairan South Florida atau daerah lain di mana ganggang berbahaya ini muncul.
"Cyanobacteria ini ada dimana-mana. Ini bisa jadi masalah global kalau manusia tidak benar-benar memperhatikan asupan airnya," simpulnya.
Namun ia mengakui hasil penelitiannya masih harus didalami kembali. Meski begitu Cox berasumsi, bila kebutuhan air betul-betul diprioritaskan higienitasnya, bukan tidak mungkin berbagai penyakit neurodegeneratif dapat dicegah. (lll/vit)












































Dr Paul Cox (Foto: SPL)
Perairan yang mengandung ganggang hijau-biru (Foto: SPL)