BKKBN: Dokter Kandungan Punya Andil Besar dalam Kendali Penduduk

BKKBN: Dokter Kandungan Punya Andil Besar dalam Kendali Penduduk

Rahma Lillahi Sativa - detikHealth
Selasa, 09 Agu 2016 19:03 WIB
BKKBN: Dokter Kandungan Punya Andil Besar dalam Kendali Penduduk
Foto: Thinkstock
Jakarta - Demi bisa meningkatkan kualitas penduduk, laju pertumbuhan penduduk di Indonesia masih harus direm.

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN), dr Surya Chandra Surapaty mengungkapkan, tingkat pertumbuhan penduduk di Indonesia masih terbilang tinggi, yaitu mencapai 1,49 persen. Padahal idealnya, tingkat pertumbuhan penduduk di suatu negara tak lebih dari 1 persen.

Pembenahan pun dimulai dari penurunan angka kelahiran total (Total Fertility Rate). Untuk saat ini, TFR Indonesia masih stagnan di angka 2,6.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Target kita menurunkan angka kelahiran dulu. Dari yang saat ini 2,6 menjadi 2,1 di tahun 2025," katanya ditemui usai berbicara dalam Pertemuan Ilmiah Tahunan Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (PIT POGI) 2016 di Hotel Alila Solo, Selasa (9/8/2016).

Baca juga: Remaja Rawan 'Nyasar', Kemajuan Teknologi Bisa Picu Pernikahan Dini

Agar ini tidak jadi masalah yang berlarut-larut, Surya merasa perlu digalakkan lagi kampanye 2 anak cukup, meningkatkan umur kawin dan juga pemakaian metode kontrasepsi jangka panjang, terutama melalui peranan dokter ahli kebidanan dan kandungan.

"Utamanya pasca persalinan, seperti IUD atau implan. Kalau sudah mantap bisa tubektomi atau vasektomi," jelasnya.

Surya juga mengharapkan dokter ahli kebidanan dan kandungan di Indonesia cenderung pro-KB, sehingga tak hanya memberikan layanan tetapi juga menjadi inisiator atau penggerak program KB di wilayah kerjanya.

Baca juga: Masih Ada yang Tanya 'Kapan Nikah'? Catat, Ini Pesan BKKBN

Menggalakkan kembali program KB memang tidak mudah, lanjut Surya. Di satu sisi, Surya menyoroti tingginya angka kematian ibu (AKI) di Indonesia karena perubahan sistem politik dari sentralistik menjadi desentralistik. Yang berarti, jalan tidaknya program KB sangat ditentukan kepedulian masing-masing kepala daerah.

"Padahal dengan dilupakannya program KB, AKI naik lagi menjadi 359 per 100.000 kelahiran. Dan walaupun sudah dikoreksi oleh Kemenkes menjadi 309 per 100.000, angka ini masih tergolong tinggi," keluhnya.

Tantangan lainnya adalah pelayanan KB di rumah sakit yang belum sesuai harapan. Semisal manajemen pelayanan KB yang masih belum satu pintu, mulai dari konsultasi, pemberian alat kontrasepsi hingga tidak adanya perbedaan klaim biaya antara persalinan dengan prosedur pemasangan KB jangka panjang.

"Kami inginnya prosedur semacam ini diberikan secara cuma-cuma sehingga minat untuk KB ID atau implan juga tinggi. Ini Permenkesnya sedang dibahas," tutupnya. (lll/vit)

Berita Terkait