Sejauh Mana Penelitian Manfaat Racun Kalajengking di Indonesia?

Sejauh Mana Penelitian Manfaat Racun Kalajengking di Indonesia?

Muhamad Reza Sulaiman - detikHealth
Kamis, 03 Mei 2018 17:07 WIB
Sejauh Mana Penelitian Manfaat Racun Kalajengking di Indonesia?
Foto: ilustrasi/thinkstock
Jakarta - Racun kalajengking menjadi salah satu komoditas termahal di dunia karena manfaatnya untuk kesehatan. Racun kalajengking disebut bermanfaat untuk mengobati kanker hingga sebagai antimikroba.

Peneliti zoologi dari Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Syahfitri Anisa, menyebut pemanfaatan racun biologi untuk penyembuhan dan obat berasal dari budaya tradisional beberapa kelompok masyarakat di dunia. Nah, penelitian dibutuhkan untuk menjadikan pengobatan tradisional tersebut lebih efektif.


Sayangnya, penelitian untuk menggunakan racun kalajengking untuk penyembuhan penyakit dan obat masih belum berjalan di Indonesia. Penelitian tentang racun masih berkutat di pencarian obat anti racun tersebut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Penelitian manfaat venom (racun -red) di Indonesia belum banyak. Kebanyakan penelitian tentang racun masih ke arah pencarian anti-venomnya, baik dari kalajengking maupun ular," ungkap Syahfitri saat dihubungi detikHealth.

Hal ini sangat disayangkan mengingat keanekaragaman hayati Indonesia yang cukup tinggi. Beragam spesies flora dan fauna endemis dan hanya ada di Indonesia masih bisa dieksplorasi manfaatnya untuk masyarakat.

Sebagai peneliti, Syahfitri mengaku ucapan presiden Joko Widodo soal racun kalajengking bisa memicu lebih banyak penelitian soal racun kalajengking di Indonesia. Bukan tak mungkin selain obat kanker dan antimikro, racun kalajengking menyimpan manfaat lainnya.

"Kalau dilihat ini peluang dan perlu ditingkatkan (penelitian soal racun di Indonesia), karena di Indonesia keanekaragaman hayatinya cukup banyak," tutupnya.

(mrs/up)
Berburu Racun Kalajengking
14 Konten
Racun kalajengking disebut-sebut sebagai cairan paling mahal di dunia. Para ilmuwan menggunakannya dalam riset pengembangan berbagai obat, mulai dari kanker hingga antimikroba.

Berita Terkait