Bariatric surgery atau bedah bariatrik bukanlah sebuah metode lama, ia sudah ada sejak tahun 50an. Di Indonesia, operasi ini sudah ada sejak sepuluh tahun lalu, meski tidak sepopuler di luar negeri seperti Amerika Serikat dan Australia yang punya tingkat obesitas tinggi.
Prinsip operasi bariatrik adalah untuk memangkas kapasitas lambung pada pasien obesitas, sehingga akan berpengaruh pada nafsu dan porsi makan. Pasien obesitas dapat menurunkan badan secara drastis lewat operasi ini.
Hanya sekitar 5 dokter spesialis bedah Indonesia yang menekuni bedah bariatrik ini, salah satunya dr Handy Wing dari OMNI Hospitals Alam Sutera. Ia juga menyebutkan kemungkinan baru ada 300-an kasus bariatrik di Indonesia sampai saat ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
dr Handy menyebutkan dalam operasi bariatrik terdapat banyak metode, namun hanya tiga metode yang lebih populer dan salah satunya ia lakukan pada Aria tahun lalu. Berikut tiga metode operasi bariatrik yang populer:
Adjustable Gastric Band
|
Foto: Thinkstock
|
Kepada detikHealth, dr Handy menjelaskan pada metode ini akan diikatkan cincin yang bisa disesuaikan di bagian leher lambung. Cincin ini akan dieratkan lewat port yang nantinya akan ditanam di bawah kulit, biasanya dipasang di dekat pusar.
"Kalau dijepit di leher lambung, maka saluran makanan yang berasal dari mulut akan masuk secara perlahan. Otomatis lambung akan meregang, yang pada akhirnya lambung tidak bisa membedakan apakah peregangan tersebut akibat kenyang atau bukan, tapi langsung mengirim sinyal ke otak bahwa di lambung sudah penuh sehingga harus berhenti makan. Jadi dimanipulasi seperti itu. nah begitu satu-dua jam turun kan kosong, nanti laper lagi," terangnya lagi, pada Rabu (9/5/2018).
Kelemahan dari metode ini adalah membuat si pasien harus rutin mengatur kekencangan cincin pada leher lambungnya tiap bulan. Sehingga metode ini dirasa tidak praktis dan membuat penurunan berat badannya menjadi tidak signifikan.
Laparoscopic Sleeve Gastric Surgery
|
Foto: Thinkstock
|
Lewat metode ini lambung akan dipotong hingga menyisakan 30 persen bagian saja. Penyisaan 30 persen ini sudah berdasarkan konsensus internasional, di mana dengan ukuran lambung tersebut memang dapat menurunkan nafsu makan secara signifikan.
"Lambungnya normal, tapi memang asupan makannya nggak banyak. Sekitar lima atau enam sendok dalam sekali makan," terang dr Handy.
Meski judulnya bedah, sleeve gastrectomy sama sekali tidak 'membelah' bagian tubuh manapun. Hanya dengan menggunakan alat sebesar pulpen dengan tongkat panjang yang ditusukkan ke dalam perut.
Kurang lebih alat tersebut berjumlah 5 buah dalam sekali operasi, yang nantinya hanya akan menyisakan lima luka kecil di perut. Dokter yang bertindak bekerja dengan melihat video dari kamera kecil yang terpasang pada alat tersebut.
Ada satu alat berbentuk seperti alat catok rambut, yang nantinya akan menggunting lambung Aria dalam porsi besar, dan langsung menutup potongannya tanpa perlu menjahitnya seperti stapler. Menurut penuturan dr Hendy, alat ini mahal, diimpor dari AS dan hanya sekali pakai.
Laparoscopic Gastric Bypass
|
Foto: Thinkstock
|
Beda dengan sleeve gastrectomy yang membuang lambung sisa, dalam gastric bypass lambung sisa itu tetap ada, dan masih digabungkan lagi ke tengah-tengah usus yang telah ditarik itu. Tujuannya agar tetap ada kinerja lambung normal, seperti memproduksi asam lambung.
"Jadi makanan itu nggak ngelewatin lambung yang gede ini, kita kayak bikin jalan tol. jalan tikus gitu jadi makanan itu cepet sampenya," kata dr Handy, yang telah menangani sekitar 140-an pasien bedah bariatrik dalam 3 tahun prakteknya.
Gastric bypass biasa dilakukan pada orang yang kasus obesitasnya sangat ekstrem, lebih ekstrem dari kasus Aria. Kelebihan metode ini adalah jika sewaktu-waktu ada kondisi tertentu, lambung bisa dikembalikan seperti sediakala dengan menggabungkan bagian kecil tadi ke bagian lambung sisa.
"Kalau lambung biasa, misal kita diet makan empat sendok, makan sih makan tapi nggak pernah kenyang. karena yang bikin kenyang itu kalau lambungnya penuh, kemudian mengirim hormon ghrelin (hormon rasa lapar) ke otak yang akan memberikan sinyal bahwa sudah cukup makannya. Permasalahan orang obesitas di situ, jadinya dietnya yo-yo (tidak rutin), turun lima kilo naik tujuh kilo," pungkas dr Handy.











































