BPJS Kesehatan Defisit Belasan Triliun, DJSN: Masih Murah Demi Rakyat

BPJS Kesehatan Defisit Belasan Triliun, DJSN: Masih Murah Demi Rakyat

Widiya Wiyanti - detikHealth
Minggu, 05 Agu 2018 18:18 WIB
BPJS Kesehatan Defisit Belasan Triliun, DJSN: Masih Murah Demi Rakyat
Foto: Ilustrasi Mindra Purnomo
Jakarta - Polemik Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan (Perdirjampelkes) No. 2, 3, dan 5 tahun 2018 disebut-sebut banyak pihak dapat merugikan masyarakat. Namun BPJS Kesehatan menegaskan bahwa peraturan baru tersebut bisa mengefisiensi pembiayaan karena BPJS Kesehatan mengalami defisit hingga belasan triliun rupiah.

Disebutkan oleh Wakil Ketua Komisi Kebijakan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Ahmad Anshori, defisit yang dialami BPJS Kesehatan sebelumnya sekitar 18,3 triliun. Angka sebesar itu dianggap masih sedikit bagi Anshori.

"Tapi 18,3 triliun (rupiah) berbanding memberikan hak masyarakat sebagaimana kehendak proklamasi untuk menyejahterakan kehidupan bangsa itu sangat minim, sangat sedikit, sangat murah sebetulnya," ujarnya saat ditemui di kantor KPAI, Menteng, Jakarta Pusat, Ketua KPAI beberapa waktu lalu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT



Anshori membandingkan defisit yang dialami BPJS Kesehatan dengan gaji ke-13 bagi pemerintah. Menurutnya, total gaji ke-13 pemerintah angkanya jauh melebihi defisit yang terjadi pada BPJS Kesehatan.

"Coba kemarin memberikan gaji ke-13, saya nggak anti dengan itu ya, tapi berapa biayanya? 200an triliun (rupiah). Kenapa ini yang cuma 18an nggak ditangani? Jadi ada kesalahan prioritas," ungkapnya.

Anshori sangat berharap Presiden Joko Widodo segera ikut turun tangan untuk menyelesaikan masalah ini, karena Presidenlah yang langsung bertanggungjawab pada BPJS Kesehatan. Namun menurut Anshori hingga kini belum ada tanda-tanda dari Presiden untuk menindaklanjuti permasalahan ini. (wdw/fds)
Kontroversi Peraturan Baru BPJS
22 Konten
BPJS Kesehatan menerapkan aturan baru terkait jaminan layanan katarak, bayi baru lahir, dan rehabilitasi medis. Ada yang menilai aturan perlu untuk efesiensi tapi ada juga yang khawatir berkurangnya kualitas layanan kesehatan.

Berita Terkait