Ade Rai memisalkan perilaku gaya hidup yang buruk sebagai memukulkan palu ke tangannya sendiri. Pagi, siang, dan malam kebiasaan itu terus dilakukan, meski tahu jari dan tangan akan bengkak. Belum lagi risiko kuku rusak, lepas, atau infeksi yang mengharuskan amputasi. Namun masyarakat yang disebutnya tinggal di negeri antah berantah justru memilih melanjutkan perilaku tersebut, daripada segera menghentikannya yang jelas memberi lebih banyak manfaat.
Akibatnya, program 'jaminan kempes' yang dimaksudkan untuk membantu masyarakat tak lagi bisa menjalankan fungsinya. Biaya yang dikeluarkan terlalu besar dengan jumlah pasien yang terus meningkat. Sibuk bereaksi mengatasi 'kebengkakan,' katanya dalam media sosial, akan membutuhkan upaya yang susah dan biaya yang begitu besar. "Bagaimana mengajak rakyat negri antah berantah ini untuk sadar bahwa memukulkan palu ke tangan sendiri bukanlah hal yang bijaksana," tulis Ade Rai.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tulisan Ade Rai persis situasi program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sekarang, yang dijalankan BPJS Kesehatan. Program yang bertujuan menyamakan akses kesehatan ini, harus terbentur defisit setiap tahun. Akibatnya pemerintah harus menutup defisit dengan mengucurkan dana talangan untuk mengatasi kekurangan dana BPJS. BPJS Kesehatan mengalami defisit Rp 10,99 triliun untuk tahun 2018, yang hanya ditutup dengan dana talangan Rp 4,9 triliun.
Pemerintah lantas menandatangani Perpres terkait pemanfaatan cukai rokok daerah, yag bisa memberi dana tambahan Rp 1,48 triliun. Dana ini tentunya belum cukup menutupi seluruh defisit dana BPJS Kesehatan. Seperti kata Ade Rai, situasi sekarang akan terus berlanjut selama masyarakat masih sibuk memukulkan palu ke tangan sendiri. Situasi bisa perlahan membaik hanya jika masyarakat mau menjalankan pola hidup sehat, yang ternyata mudah dan murah.











































