Sebelumnya, pada bulan April 2018, dr Terawan sempat berselisih dengan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) karena dianggap melanggar kode etik, yaitu berkaitan dengan pasal 4 dan 6 Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI). Namun pemberhentiannya ditunda sementara hingga ada pemeriksaan lebih lanjut.
Belum ada kelanjutan mengenai kontroversialnya, dr Terawan justru membuat gebrakan dengan melakukan tindakan DSA pada 1.000 warga negara Vietnam. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan program medical tourism.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
dr Terawan menyebut bahwa terapi DSA yang digunakan nantinya pada warga negara Vietnam diawali dengan brain check up, yaitu melihat gambaran apa yang terjadi pada otak seseorang dengan alat DSA tersebut.
"Nanti dari check up belum tentu juga dilakukan tindakan, karena itulah namanya check up otak. Dengan check up otak kita bisa melihat kondisi otak pasien. Perilaku yang berubah saja kita tahu, kita bisa nilai dari otaknya. Dari situ mungkin gangguannya bukan dari fisiknya, oh gangguannya perilaku, mentality-nya," jelas dr Terawan.
"Menurut saya check up otak perlu dilakukan. Karena dunia menganggap leher ke bawah lebih penting daripada otaknya, padahal otak yang mengendalikan semuanya," lanjutnya.
Program ini dilakukan juga bertujuan untuk meningkatkan devisa negara dengan mendatangkan warga negara asing yang mau berobat ke Indonesia. Hal ini bertujuan untuk mengubah pola masyarakat yang masih ingin berobat ke luar negeri.
Kerjasama antara Indonesia dan Vietnam ini difasilitasi oleh PT Clinique Suisse yang juga berharap terapi DSA bisa lebih dikenal oleh masyarakat Indonesia juga masyarakat dunia, sehingga bisa menembus pasar mancanegara.
"Kami melihat peluang di mana treatment DSA ini menjadi peluang untuk menembus pasar mancanegara. Banyak masyarakat Vietnam yang minat, maka kami mengajukan ke dr Terawan," kata Komisaris PT Clinique Suisse, Hariyanto.











































