Staf ahli Kementerian Kesehatan RI, Prof Dr dr Akmal Taher, SpU(K) menyebut talasemia bisa menjadi beban besar untuk negara. Disebabkan pasien talasemia yang sudah menjadi dewasa harus menjalani transfusi darah seumur hidupnya karena kekurangan sel darah merah, yang biayanya bisa menghabiskan hingga 400 juta rupiah.
"Jumlahnya 2014-2017 (mencapai) 1,8 triliun untuk perawatan dan itu untuk mengobati jadi tidak ada pengaruh untuk orang yang akan kena. Jadi harus ada biaya khusus untuk prevention tadi. Itu yang kita haruskan," tutur dr Akmal, sapaannya, saat ditemui di sela acara South East Asian Thalassemia Forum di Gedung Kemenkes RI, Rabu (28/11/2018).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Karena merupakan penyakit turunan, maka nyebab utama talasemia berasal dari pernikahan antara kedua pembawa sifat (carrier). Sehingga pencegahan utama yang perlu dilakukan adalah skrining dini pada pasangan yang akan menikah, jika ditemukan keduanya menjadi pembawa sifat maka sangat disarankan untuk tidak menikah.
Di Indonesia, skrining untuk talasemia masih belum bersifat wajib. Tingkat kesadaran soal penyakit tersebut terhitung rendah ditambah kendala geografis kepulauan dan perbedaan budaya dan bahasa.
dr Akmal mengatakan pihak Kemenkes akan segera menggalakkan program kebijakan. Di Kemenkes sendiri banyak penyakit yang ditangani namun biaya terbatas sehingga perlu dipilih mana penyakit yang harus diprioritaskan.
"Kita maunya seperti itu, makanya dari sini semoga nanti ada rekomendasi ke kementerian Kesehatan, kemudian nanti akan lebih fokus. Maunya seperti itu, tapi bukan cuma soal uang tapi soal kesasaran masyarakat, ada lagi agama, hak asasi, macem-macem makanya strateginya harus lengkap," tandasnya.











































