"Risekesdas 2018 menunjukkan peningkatan terhadap kejadian kanker di Indonesia. Jumlah memang makin meningkat tapi aksesbilitasnya makin meningkat juga. Dulu susah berobat sekarang karena JKN, orang punya akses untuk tatalaksana kanker," tutur Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Anung Sugihantono, saat dijumpai di Kantor Kementerian Kesehatan, Jl HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Kamis (31/1/2019).
Angka kejadian kanker di Indonesia terjadi terjadi pada 136,6 per 100.000 penduduk, berada pada urutan ke-8 se-Asia Tenggara dan ke-23 di Asia. Untuk jenis kanker yang paling banyak menyerang masyarakat Indonesia berbeda pada tiap jenis kelamin.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Melihat angka yang cukup tinggi, Kementerian Kesehatan melakukan upaya pencegahan yang berjalan beriringan dengan penanggulangan bagi pengidap kanker di Indonesia dengan mengoptimalkan fasilitas kesehatan. Dari 14 rumah sakit rujukan nasional, 11 diabtaranya sudah memadai sebagai rujukan kasus kanker.
Deteksi dini juga menjadi salah satu upaya untuk menekan angka kejadian kanker khususnya dua jenis kanker terbanyak yakni payudara dan leher rahim. Melakukan Pemeriksaan Payudara Klinis (SADANIS) dan Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI) untuk payudara dan Inspekesi Visual dengan Asam Asetat (IVA) untuk leher rahim.
"Skrining IVA angka positifnya memang tidak terlalu banyak tapi hal awal yang hrs dikenali. Harus ditindaklanjuti dengan penanganan dini yang akan jadi agenda. Juga menyiapkan mekanisme rujukan dan pembiayaan mengenai jaminan kesehatan nasional," jelasnya.
Baca juga: Mengenal Faktor Risiko Kanker Usus |











































