Anindita Rahma Candrasekar (16) dari kelas XI IPA 1 dan Dian Nur Wijayanti (17) dari kelas XI IPA 6 membuat penelitian berjudul "Intensitas Bercermin Siswi IPA dan Siswi IPS". Mereka meneliti teman-teman mereka dari jurusan berbeda karena selama ini anak IPA dan IPS dianggap berbeda, termasuk dari perlakuan guru maupun masyarakat. Selama ini tidak ada yang bisa menjelaskan itu.
"Di masyarakat ada stereotipe menganggap anak IPA dan IPS beda. Kita ingin bukti dari hasil penelitian kita," kata Anin, Jumat (8/3/2019).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita mikirnya masa remaja masa yang memperhatikan penampilah terutama remaja putri di masa ini," pungkasnya.
Siswi di 4 kelas IPA dan 4 kelas IPS diteliti intensitasnya bercermin di kelas. Mereka mengumpulkan data dan diuji dengan uji chi square (kai kuadrat). Data itu disajikan dalam diagram lingkaran dan diperkuat dengan data wawancara.
"Kita pakai uji kai kuadrat. Wawancara ke guru juga, pandangannya terhadap anak IPA dan IPS dari segi suasana dan kedisiplinan bagaimana. Kita kroscek ke siswi IPA dan IPS," terangnya.
Hasilnya, ada 2 kategori yaitu berkaca di kelas sebanyak 1 sampai 5 kali sehari dan 5 sampai 10 kali sehari. Meski dari hasil tersebut anak IPA lebih sering berkaca, namun ternyata perbedaannya tidak signifikan sehingga tidak bisa disimpulkan sebagai perbedaan antara anak IPA dan IPS.
"Dominan bercermin 1 sampai 5 kali sehari. Kecenderungannya anak IPA, tapi belum bisa sebagai bukti berbeda (antara IPA dan IPS)," pungkasnya.
Di depan kaca, anak IPA vs IPS ternyata sama-sama narsis. Foto: iStock |
Dengan hasil tersebut, Anin dan Dian bertujuan agar hal itu bisa digunakan sebagai rekomendasi agar tidak perlu ada perlakuan beda antara anak IPA dan IPS, bahkan bisa menghapus stereotipe yang sudah ada di masyarakat.
"Jadi anak IPA dan IPS itu tidak selalu beda. Jadi agar tidak ada stereotipe itu karena kan stereotipe seperti itu bisa berujung pada tindakan, misalnya agar guru tidak mengesampingkan teman-teman di kelas IPS," ujarnya.
"Kita menguji menggunakan metode statistik non parametrik, uji kai kuadrat itu," imbuh Anin.
Meski terkesan penelitiannya hanya untuk kesenangan, namun Anin dan Dian bersungguh-sungguh dalam pengujian sejak bulan November 2018 hingga Januari 2019. Mereka berhasil menjadi 20 besar dari 164 peserta yang ikut andil dengan fun science-nya.
"Juara 1-nya jalan-jalan ke Jerman dan Beasiswa, semoga juara 1," ungkapnya.
Sementara itu Wakil Kepala SMA N 5 Semarang sekaligus pembina, Sutardi mengatakan pihak sekolahan ikut mendampingi penelitian 2 siswi tersebut. Dari tema penelitian yang diajukan hingga penelitian selesai, menurut Sutardi semua itu ide dari Anin dan Dian.
"Mengajukan judul, mereka tanya cara menelitinya bagaimana, dari kacamata psikologi, prilaku atau apa. Mereka mencari referensi dengan membaca," kata Sutardi yang ikut mendampingi ke Jakarta.
Anindita Rahma Candrasekar (16) dari kelas XI IPA 1 dan Dian Nur Wijayanti (17) dari kelas XI IPA 6. Foto: Angling/detikHealth |












































Di depan kaca, anak IPA vs IPS ternyata sama-sama narsis. Foto: iStock
Anindita Rahma Candrasekar (16) dari kelas XI IPA 1 dan Dian Nur Wijayanti (17) dari kelas XI IPA 6. Foto: Angling/detikHealth