Gerakan 'tanpa bra, bebaskan puting' di Amerika Serikat sudah ada sejak bertahun-tahun yang lalu. Hal itu dimulai dari hadirnya film yang membuat gerakan meluas ke berbagai belahan dunia.
Tahun 2014 silam, Netflix merilis sebuah dokumenter drama bertajuk 'Free the Nipple' oleh Lina Esco. Dikutip dari Her Campus, film tersebut bercerita tentang sekelompok perempuan di Kota New York yang melakukan kampanye memprotes adanya kriminalisasi dan sensor payudara perempuan.
Kampanye tersebut kemudian jadi gerakan besar di negara-negara lain. Fokusnya adalah equality atau kesetaraan serta memberdayakan manusia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: No Bra Day yang Tak Jelas Asal Usulnya |
Kampanye 'Free the Nipple' bukan memaksa perempuan untuk pergi tanpa baju atasan, tetapi memberikan opsi bagi mereka yang mau shirtless tanpa ada tekanan atau hujatan dari orang lain. Hal yang ingin disampaikan melalui film tersebut adalah 'dada' perempuan kerap dianggap sebagai objek seksual, ketimbang dilihat secara biologis.
Hari kampanye yang jatuh setiap 26 Maret ini mendapat dukungan sekaligus kritik dari banyak pihak. Beberapa mengkritik penggunaan payudara perempuan guna memikat perhatian untuk memperjuangkan kesetaraan perempuan di dunia yang didominasi pria, sebab pria kerap mengunakan tubuh wanita sebagai 'kesenangan' mereka.
(up/up)











































