Terapi plasma konvalesen menjadi terapi tambahan bagi penyembuhan pasien COVID-19 bergejala berat dan kritis, sekaligus menekan angka kematian akibat infeksi virus Corona. Pemerintah pusat pun telah mencanangkan Gerakan Nasional Donor Plasma Konvalesen pada 18 Januari 2021 lalu.
Di balik gerakan masif tersebut itu ada sosok wanita hebat dan enerjik, yakni dokter Theresia Monica Rahardjo (50) atau yang akrab disapa Dok Mo. Lulusan dari FK Maranatha itu menggagas terapi plasma konvalesen (TPK) untuk pasien COVID-19 setelah melihat sifat dari penyebaran SARS-CoV-2.
"Pertama ketika itu saya ingin menolong, kedua latar belakang saya adalah konsultan intensive care unit (ICU, jadi yang namanya plasma, transfusi plasma, kemudian pengetahuan tentang tentang cuci plasma itu jadi pekerjaan saya sehari-hari. Saya juga punya latar belakang master of science di genetika dan biologi molekuler, setidaknya saya mengetahui dan mengerti virus ini seperti apa," ujar Dok Mo saat ditemui di RS UKM, Bandung, Kamis (12/8/2021).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelum status wabah bencana nasional ditetapkan pada 13 April 2020, Dok Mo telah lebih dulu mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo terkait TPK sebagai alternatif untuk penanganan pasien COVID-19. Surat itu dikirimkan pada tanggal 18 Maret 2021.
"Saya memohon bahwa TPK ini menjadi alternatif untuk penanganan pasien covid. Dua minggu kemudian setelah itu saya dipanggil oleh pak Hasto Wardoyo (Kepala BKKBN), kita rapat sama timnya, setelah itu dalam perjalanannya saya bertemu dengan orang-orang sevisi dan semisi, terkumpul 35 orang termasuk saya dari berbagai pusat pendidikan," kata Dok Mo.
dr Theresia Monica Rahardjo pencetus terapi plasma konvalesen Foto: Yudha Maulana/detikHealth |
Usai menerima angin segar itu, ia dan tim merancang buku "Penatalaksanaan Terapi Plasma Konvalesen Bagi Pasien Covid-19 di Indonesia". Buku itu menjadi rujukan dasar TPK bagi rumah sakit pemerintah maupun swasta.
Meski demikian, membawa gagasan TPK secara nasional tidak semudah membalikkan telapak tangan. Perjuangannya beberapa kali membentur karang, khususnya untuk memberikan pemahaman bahwa TPK ini benar-benar manjur untuk pasien COVID-19.
"Saya bilang saya membawa TPK untuk menolong rakyat dan pemerintah, saya menjalaninya dengan hati yang tulus, pikiran yang bersih. Tidak untuk kepentingan uang dan jabatan," ujarnya wanita kelahiran Purwokerto itu.
Gagasannya itu kemudian, disambut oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo sekitar Agustus 2020. Hingga akhirnya pada 27 Desember 2020, ia melakukan presentasi di hadapan seluruh staf BNPB di Indonesia untuk menjelaskan tentang TPK.
"Pak Doni memanggil saya masuk ke tim pelaksanaan TPK bagi nakes, beliau juga merekomendasikan untuk nakes. Beliau membidani lahirnya gerakan plasma konvalesen, kurang dari sebulan sejak saya melakukan presentasi," ucap Dok Mo.
Ia menjelaskan TPK ini bukanlah hal yang baru di dalam dunia medis, tercatat penggunaan TPK ini telah digunakan sejak satu abad yang lalu. Tepatnya saat terjadi wabah Flu Spanyol, kemudian SARS, MERS, H1N1 dan Ebola. Dok Mo juga berharap TPK bisa menjadi salah satu pijakan untuk mempercepat terciptanya herd immunity.
"Dari awal saya meyakini TPK ini membantu pembentukan herd immunity. Vaksin untuk proteksi orang yang sehat, dan kemudian TPK ini juga untuk orang yang sakit, maka ini akan mempercepat terbentuknya herd immunity," pungkasnya.












































dr Theresia Monica Rahardjo pencetus terapi plasma konvalesen Foto: Yudha Maulana/detikHealth