Meningkatkan kasus kematian anak terkait COVID-19 mendapat sorotan Wakil Menteri Kesehatan RI dr Dante Saksono Harbuwono. Ini terjadi justru saat tren kasus secara umum mulai mereda.
"Ternyata ketika kasus kematian pada usia dewasa sudah mulai menurun beberapa saat ini, tetapi kasus kematian pada anak belum terlalu menunjukkan proses penurunan yang signifikan," ungkap Dante dalam konferensi pers Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Senin (30/8/2021).
Sejak pertengahan hingga akhir Agustus, Wamenkes mencatat adanya kenaikan kasus COVID-19 pada anak sebesar 2 persen, dari yang semula 13 persen menjadi 15 persen. Hal yang sama juga teramati pada tren kematian.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bahkan kasus kematian pada anak semakin meningkat di beberapa daerah. Ini disebabkan karena keterlambatan orangtua untuk membawa anak itu ke tempat pengobatan yang baik," sambung dia.
Gejala terabaikan, vaksinasi timpang
Wamenkes mengingatkan orang tua untuk mewaspadai sejumlah gejala yang kerap terabaikan. Dalam beberapa kasus, gejala COVID-19 pada anak dianggap flu biasa dan baru ditangani serius di rumah sakit ketika sudah telanjur memburuk.
"Tadinya mengira hanya flu biasa, kemungkinan anaknya hanya anosmia atau kehilangan indra penciuman, biasanya ini tidak terlalu banyak dikeluhkan oleh anak, tetapi yang timbul pada anak adalah mereka susah makan," ungkap Dante.
Selain itu, Wamenkes juga menyoroti ketimpangan vaksinasi COVID-19 pada anak. Ia menekankan, wilayah yang menggelar pembelajaran tatap muka wajib melaporkan cakupan vaksinasi yang tinggi.
Sayangnya, Wamenkes menyebut hanya 2 wilayah di Indonesia yang cakupan vaksinasi COVID-19 pada anaknya tinggi. Bali mencatatkan lebih dari 90 persen, sementara DKI sekitar 80 persen.
Cakupan vaksinasi anak di beberapa wilayah lain adalah sebagai berikut:
- Kepulauan Riau: 39 persen
- Sulawesi Utara 20 persen
- Yogyakarta: 19 persen
- Banten: 11 persen
- Jambi: 11 persen
Sisanya, masih di bawah 11 persen.
(up/up)











































