Penambahan kasus Corona di Indonesia turun lagi di 5 ribuan kasus, terendah sejak awal Juni sebelum lonjakan kasus COVID-19 dilaporkan. Ahli epidemiologi menilai penurunan drastis ini malah memicu kekhawatiran, sebab jumlah testing juga ikut menurun, tidak sesuai standar WHO 1/1.000 penduduk per minggu dalam satu populasi.
"Terus terang saya khawatir ya, senang kalau tesnya tuh banyak tetapi akhirnya benar-benar memberikan data yang menurun," beber Dicky kepada detikcom Senin (30/8/2021).
"Tidak mengikuti logika program di tengah tes tracing yang minim, (penurunan kasus) terlalu drastis," lanjutnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dicky menilai ketidakmampuan pemerintah dalam melakukan testing COVID-19 sesuai target WHO sulit mencegah penularan terus terjadi di masyarakat. Pada akhirnya berdampak pada upaya mitigasi.
Lebih lanjut, Dicky mengingatkan penanganan pandemi tidak boleh berdasarkan keberuntungan. Belajar dari apa yang terjadi di negara-negara lain, gelombang baru seperti gelombang ketiga disebutnya amat nyata, hal ini juga menjadi ancaman bagi Indonesia.
"Dan pekerjaan rumah-nya banyak banget, dan test positivity rate yang terjadi turun ini juga akhirnya menjadi tanda tanya, kalau ini upayanya tidak memadai, terus tiba-tiba hasilnya bagus itu jadi tanda tanya," jelas Dicky.
"Seperti kita nggak pernah belajar, kok hasilnya bagus nilai ujiannya, jadi iya antara keberuntungan atau tidak. Tetapi kalau kita bicara pandemi mengandalkan keberuntungan berbahaya, karena polanya di negara-negara lain ancaman gelombang ketiga nyata, kita pun nyata."
"Kalau kita tidak mengukur kondisi yang baik bagaimana kita melakukan mitigasi, bagaimana kita melakukan pencegahan," pungkas dia.
(naf/up)











































