Positivity Rate COVID-19 di Indonesia 1,16 Persen, PPKM Lanjut Nggak Nih?

Positivity Rate COVID-19 di Indonesia 1,16 Persen, PPKM Lanjut Nggak Nih?

Khadijah Nur Azizah - detikHealth
Senin, 20 Sep 2021 10:31 WIB
Positivity Rate COVID-19 di Indonesia 1,16 Persen, PPKM Lanjut Nggak Nih?
Positivity rate Corona di Indonesia menurun. (Foto: Grandyos Zafna)
Jakarta -

Jelang pengumuman perpanjangan PPKM, kasus COVID-19 di Indonesia turun signifikan. Pada Minggu (19/9/2021), tercatat 2.234 orang positif, 6.186 sembuh, dan 145 orang meninggal.

Tingkat positivity rate di Indonesia juga cenderung menurun. Positivity rate menunjukkan rasio jumlah kasus konfirmasi COVID-19 berbanding dengan total tes di wilayah tertentu. Cara menghitung positivity rate adalah dengan membagikan jumlah total kasus positif dengan jumlah spesimen yang dites kemudian dikalikan 100.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan standar positivity rate kurang dari 5 persen. Semakin rendah positivity rate menunjukkan kasus COVID-19 yang terkendali di suatu wilayah dan pelacakan kontak yang memadai.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kasus COVID-19 di Indonesia juga cenderung lebih rendah dibandingkan negara Asia lainnya. Malaysia, Vietnam, Filipina, dan Thailand baru-baru ini melaporkan lonjakan kasus dan masuk dalam 10 besar kasus COVID-19 terbanyak di Asia dan Indonesia menempati urutan ke-11 se Asia menurut laman Worldometer yang diakses per Senin (20/9/2021) pukul 10.00.

Berikut perbandingan laporannya selama sepekan terakhir.

- Minggu (19/9/2021): 1,16 persen
- Sabtu (18/9/2021): 1,22 persen
- Jumat (17/9/2021): 1,31 persen
- Kamis (16/9/2021): 5,74 persen
- Rabu (15/9/2021): 2,57 persen
- Selasa (14/9/2021): 2,22 persen
- Senin (13/9/2021): 2,14 persen

ADVERTISEMENT

Jumlah spesimen yang diperiksa

- Minggu (19/9/2021): 192.413
- Sabtu (18/9/2021): 276.094
- Jumat (17/9/2021): 388.292
- Kamis (16/9/2021): 99.130
- Rabu (15/9/2021): 232.441
- Selasa (14/9/2021): 278.680
- Senin (13/9/2021): 177.234

Meski menunjukkan perbaikan drastis, bukan berarti masyarakat bisa bebas meningkatkan mobilitas dan abai protokol kesehatan. Terlebih para ahli mewaspadai adanya gelombang ketiga COVID-19 yang diprediksi akan datang pada Desember mendatang.




(kna/up)

Berita Terkait