Terkait kabar DKI Jakarta nol kasus kematian akibat COVID-19 pada Kamis (7/10/2021) yang dipaparkan Gubernur Anies Baswedan, pakar mengingatkan Indonesia belum bebas dari risiko gelombang ketiga COVID-19.
"Tentu kita masih harus menunggu karena situasinya kan masih dinamis. Perubahan juga belum bersifat fix, belum menetap, dan perubahan pada level global saja masih belum bisa diprediksi pasti," terang pakar epidemiologi dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman, pada detikcom, Kamis (8/10/2021).
"Saat ini dunia masih gelombang 3, belum melandai. Artinya, situasi ini akan berpengaruh pada Indonesia. Apalagi Jakarta yang merupakan urat nadi, daerah yang sangat aktif menjadi hub untuk banyak daerah," sambungnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya meski patut diapresiasi sebagai progres, laporan nol kematian dalam satu hari belum cukup menjadi jaminan bahwa kondisi pandemi COVID-19 sudah membaik.
Diperlukan laporan yang menetap, baik dari aspek jumlah kasus aktif atau kematian, setidaknya dalam 28 hari. Jika laporan harian masih terlalu sedikit, masih ada risiko jumlah kasus COVID-19 bakal naik kembali.
"Jakarta itu rawan orang keluar-masuk dari banyak daerah. Masalahnya yang hidup di Jakarta itu kan dari berbagai daerah juga. Ini yang membuat Jakarta juga bisa terdampak atau mengalami gelombang ketiga," pungkasnya.
Namun sebagai catatan, paparan gubernur soal nol kasus kematian akibat COVID-19 berbeda dengan data dari pemerintah pusat.
Tim humas BNPB pada Kamis (7/10/2021) pukul 17.04 WIB melaporkan satu kasus kematian akibat COVID-19 di DKI Jakarta. Angka tersebut dibarengi 149 kasus baru dan 115 pasien sembuh dari COVID-19.
(vyp/naf)











































