Tokoh Perang Irak Colin Powell Meninggal, Jadi 'Amunisi' Kaum Anti-Vaksin?

Round Up

Tokoh Perang Irak Colin Powell Meninggal, Jadi 'Amunisi' Kaum Anti-Vaksin?

Tim detikHealth - detikHealth
Rabu, 20 Okt 2021 06:25 WIB
Jakarta -

Menteri Luar Negeri kulit hitam pertama di Amerika Serikat Colin Powell meninggal dunia akibat komplikasi COVID-19. Meski sudah mendapat vaksinasi lengkap, riwayat perawatan multiple myeloma diyakini berpengaruh pada efikasi vaksin yang diterimanya.

"Kami telah kehilangan suami, ayah, kakek, dan orang Amerika yang luar biasa dan penyayang," kata keluarga Colin Powell dalam sebuah pernyataan, berterima kasih kepada staf di Walter Reed Medical Center atas perawatan mereka.

Sejumlah media di Amerika Serikat mengabarkan, meninggalnya Colin Powell juga dimanfaatkan kaum antivaksin untuk mengkampanyekan bahwa vaksin COVID-19 tidak ada manfaatnya. Berbagai unggahan terkait hal itu sempat bermunculkan di media sosial.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Yang pasti, para pakar memiliki penjelasan soal itu. Diketahui, Colin Powell memiliki riwayat kanker darah Multiple Myeloma dan telah dinyatakan remisi setelah menjalani treatment. Baik myeloma maupun pengobatannya, dalam berbagai penelitian terbukti mempengaruhi efikasi vaksin COVID-19.

Sebenarnya, apa pengaruh multiple myeloma terhadap efektif vaksin COVID-19?

ADVERTISEMENT

Sebuah studi di jurnal Leukemia menyimpulkan sebagian pasien myeloma aktif tidak memberikan respons antibodi yang adekuat pada pemberian vaksin COVID-19 jenis Pfizer dan Moderna. Antibodi penetralisir sebagai respons terhadap vaksin terbentuk lebih sedikit dan memberikan respons yang lemah.

Saat antibodi menyerang virus yang menyebar di dalam tubuh, sel-T justru akan menyerang sel yang telah terinfeksi. Sel-T tersebut juga menghasilkan sinyal penting yang mengarah pada respons imun lain dalam membatasi tingkat infeksi.

Dikutip dari Reuters, studi tersebut meneliti 44 pasien dengan myeloma yang telah divaksinasi lengkap. Hasilnya, mereka memiliki respons antibodi yang rendah atau bahkan tidak sama sekali terhadap antibodi yang diberikan vaksin.

Laporan tersebut juga menunjukkan tidak adanya sel-T yang bisa membantu melindungi mereka dari infeksi COVID-19 yang parah.

"Kurangnya respons sel-T yang tak terduga, ditambah dengan tidak adanya antibodi setelah vaksinasi SARS-CoV-2, itu menjadi perhatian," kata pemimpin studi Dr Samir Parekh dari Icahn School of Medicine di Mount Sinai, New York City.

Maka dari itu, para peneliti mengatakan perlunya tes darah. Ini berfungsi untuk memantau respons imun pada pasien setelah vaksinasi COVID-19, seperti yang dialami Colin Powell.

Halaman 2 dari 2
(up/up)

Berita Terkait