Baru-baru ini, viral video 'healing' dengan cara menghancur-hancurkan barang beling. Dalam video beredar, aktivitas tersebut difasilitasi oleh sebuah tempat di kawasan Jakarta. Setiap pengunjung yang ingin 'healing' dikenai biaya mulai dari Rp 100 ribu. Benarkah cara ini bisa jalan menuju 'healing'?
Veronica Adesla, psikolog klinis dan Co-Founder Ohana Space, menerangkan cara tersebut sebenarnya tak tepat dikatakan sebagai 'healing'. Sebab, self healing atau pemulihan diri membutuhkan ketenangan untuk berkoneksi kembali dengan diri sendiri, serta dilakukan secara kontinyu bukan cukup sekali. Misalnya, seperti yang diketahui awam, dengan meditasi atau terapi.
Menurutnya, cara tersebut lebih tepat dikatakan sebagai pelepas stres dan emosi. Bagi sebagian orang, aktivitas serupa bisa menjadi penyalur emosi negatif seperti stres, rasa marah, dan frustasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Untuk self healing itu hanya bisa dilakukan butuh ketenangan. Tenang untuk apa? Terkoneksi lagi dengan diri, kemudian bisa lebih mengenal diri sendiri, bisa mengenal perasaan dan pikiran, kemudian masalah apa yang dihadapi. Mencerna itu dengan baik," terang Veronica pada detikcom, Rabu (24/11/2021).
"Kemudian sampai tahap mengolah kembali permasalahan, kembali ke masalah tersebut dan emosi, sehingga healing pulih dirinya, ini butuh serangkaian proses. Self healing yang orang awam paham seperti misalnya meditasi atau mindfulness, atau rangkaian terapi lain," sambungnya.
Siapa yang paling cocok memakai cara tersebut untuk melepas stres?
Menurut Veronica, tak ada karakter atau sifat tertentu yang membuat seseorang cocok melepas stres dengan cara menghancur-hancurkan barang. Namun pada orang dengan ledakan emosi yang besar, mungkin besar juga keinginan untuk melampiaskan kemarahan dengan cara menghancurkan benda.
"Mungkin lebih tepat dalam kondisi seperti apa. Kalau karakter, bisa jadi karakternya kelihatannya dia ada masalah diam saja, tapi suatu waktu ada yang over (berlebihan), over sekali. Dia nggak bisa diam saja," terang Veronica.
"Lebih tepatnya kondisi. Kondisi itu adalah di mana dengan tingkat emosi, ledakan emosi yang cukup besar dan kuat. Itu biasanya adalah di dalamnya terkandung kemarahan. Biasanya orang yang dalam kondisi marah seperti itu sangat mungkin membutuhkan media," sambungnya.
Namun demi keamanan, Vero menyarankan sejumlah medium lain untuk menyalurkan emosi negatif. Cara paling simpel, berolahraga atau mengobrol dengan teman.
Jika ingin, aktivitas yang memacu adrenalin seperti bermain di wahana juga bisa dicoba. Yang penting, tidak membahayakan diri sendiri dan orang lain.
"Beberapa yang lain mungkin kalau saya mau keluarin semua, bisa ke Dufan, naik yang bikin teriak-teriak itu sah-sah saja. Naik histeria atau roller coaster, itu boleh-boleh saya sebenarnya. Yang diperhatikan adalah bukan sesuatu yang melukai diri sendiri atau orang lain. Sesuatu yang bisa sifatnya positif, sarana yang lebih positif," pungkasnya.
Simak Video "Video: Pentingnya Peduli dengan Kesehatan Mental Diri Sendiri"
[Gambas:Video 20detik]
(vyp/up)











































