Kasus COVID-19 di Indonesia kembali 'ngegas' dalam beberapa pekan terakhir, demikian juga Omicron kasusnya turut melonjak dan diperkirakan mencapai puncak pada Februari-Maret. Meski demikian, pemerintah memutuskan tetap melanjutkan skema Pembelajaran Tatap Muka (PTM).
Tak pelak, masih digelarnya PTM di tengah lonjakan Omicron para orang tua cemas tak keruan.
Seperti dialami Atika (45), seorang ibu di Jakarta yang anaknya masih harus masuk sekolah di salah satu SMA. Ia mengaku khawatir kenaikan kasus COVID-19 varian Omicron yang signifikan ini bakal membahayakan anak ketika berada di sekolah, kemudian ikut berimbas ke keluarga ketika pulang ke rumah. Sebab, sekolah sang anak masih menerapkan PTM.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Anak sekolah terutama TK dan SD yang masih senang bermain bisa jadi lupa akan maskernya ataupun pakai dengan seadanya saja. Jika mereka sampai terkena dan membawa pulang virus ke rumah, khawatir banget jika menularkan ke orang tua yang punya komorbid. Mau salahin siapa coba?" jelas Atika, kepada detikcom, Selasa (18/1/2022).
Jika mereka sampai terkena dan membawa pulang virus ke rumah, khawatir banget jika menularkan ke orang tua yang punya komorbid. Mau salahin siapa coba? |
Lebih lanjut, Atika mengatakan sudah banyak kasus COVID-19 muncul dari aktivitas sekolah tatap muka sehingga sejumlah sekolah ditutup. Seperti di sekolah tempat anaknya belajar, sudah ada 4 murid terkonfirmasi positif varian Omicron.
Saat ditemukan kasus positif, sebenarnya sekolah sempat ditutup selama satu minggu. Namun kemudian setelah itu PTM kembali dilakukan.
"Dimulai lagi PTM. Makin deg-degan setiap hari jadinya," lanjutnya.
Atika berharap nantinya pemerintah meninjau kembali peraturan PTM. Pasalnya, kini muncul sejumlah kabar bahwa puncak Omicron bakal tiba di RI Februari mendatang. Menurutnya, tidak ada salahnya kini mengerem terlebih dahulu berlangsungnya PTM sampai kasus Omicron mereda.
Sampai ada yang pengen labrak sekolah lho! Simak di halaman berikutnya.
Hal serupa disampaikan oleh orang tua lainnya, Kris (38). Sama seperti Atika, ia juga mengkhawatirkan kedisiplinan dalam menerapkan protokol kesehatan di sekolah. Terlebih, anaknya baru berusia 8 tahun.
"Walaupun sudah dibekali hand sanitizer, masker dan masker cadangan, nasehat prokes, yang namanya anak-anak seumuran itu kan kalau sudah asyik main sama temannya ya bisa lupa semua," jelas Kris.
"Dalam situasi kayak gitu kita, sebagai ortu, punya keterbatasan pengawasan. Sementara di sekolah sendiri apa bisa full mengawasi satu per satu interaksi anak-anak tersebut untuk memastikan prokes berjalan?" jelas Kris.
Selain itu, Kris juga bercerita bahwa ia sempat kesal kepada pihak sekolah karena masih menerapkan PTM di tengah lonjakan kasus COVID-19 di Indonesia. Terlebih dengan munculnya varian baru semakin membuatnya khawatir.
"Gedeg juga sih gue. Sempat mau labrak si kepsek pas bagi raport kemarin soal PTM ini. Tapi batal, takut anak gue ditandain haha," ungkap Kris.
Di lain sisi, Kris juga memahami bahwa di dalam PTM ini ada unsur interaksi sosial yang juga diperlukan pada tumbuh kembang anak. Hal itu tidak bisa digantikan dengan PJJ. Namun ia menegaskan, dengan situasi COVID-19 RI meningkat, keselamatan anak wajib menjadi prioritas.
Orangtua lainnya, Diana (35) mengaku sangat khawatir apabila PTM masih terus dilanjutkan. Terlebih, kasus Omicron yang kian meningkat membuatnya was-was perihal anaknya. Sebab, sekolah sang anak masih menerapkan skema PTM dan sang anak juga belum divaksinasi COVID-19.
"Sebetulnya saya panik banget karena anak juga belum divaksin. Yang pasti masalah kesehatan yang sangat dikhawatirkan, apalagi anak saya juga punya asma jadi khawatir lebih-lebih lagi," papar Diana, yang anaknya bersekolah di daerah Tangerang Selatan.
"Kalau bisa kembali saja dulu online meskipun ruang gerak anak jadi terbatas. Tapi melihat semakin hari grafik semakin meningkat yang diprioritaskan adalah kesehatan," lanjut Diana.
Diana berharap, kebijakan pemerintah mempertimbangkan pertumbuhan anak-anak dan memperhatikan masukan dari IDAI (Ikatan Dokter anak Indonesia).
Bagaimana dengan para ortu yang lain, ikut merasa cemas atau aman-aman saja? Bagikan pendapat di komentar ya.
Simak Video "Video: Sembuh dari Covid Bukan Berarti Aman"
[Gambas:Video 20detik]
(ayd/up)











































