Sebagian besar kasus infeksi COVID-19 pada anak memang cenderung bersifat ringan. Namun, bukan berarti COVID-19 pada anak bisa diremehkan karena tetap ada risiko terjadi gejala yang parah atau muncul penyakit lanjutan sesudahnya.
Satgas COVID-19 Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dr Yogi Prawira, SpA(K), mengingatkan agar orang tua waspada terhadap kondisi peradangan hebat yang disebut multisystem inflammatory syndrome in children (MIS-C). Kondisi ini berbahaya karena dapat menyebabkan kematian.
dr Yogi mengatakan belum tidak diketahui pasti faktor risiko apa yang bisa jadi pemicu MIS-C sehingga sulit diprediksi. Risiko MIS-C bisa dialami semua anak yang pernah terinfeksi COVID-19, bahkan pada mereka yang tidak memiliki penyakit komorbid atau saat terinfeksi mungkin hanya bergejala ringan.
"MIS-C sendiri sampai sekarang tidak ada faktor risiko yang bisa kita petakan. Ada anak-anak yang MIS-C sebelumnya sehat walafiat, saat terinfeksi pun ringan, tapi setelah itu terjadi peradangan luar biasa," kata dr Yogi dalam siaran daring di Instagram IDAI, Kamis (3/2/2022).
Bagi orang tua yang anaknya pernah terinfeksi COVID-19, dr Yogi menyarankan tetap memantau kondisi anak sampai enam minggu ke depan. Waspada gejala mulai dari gangguan pernapasan, ruam di kulit, gangguan pencernaan, mata merah (konjungtivitis), hingga lemah atau letih karena bisa jadi tanda peradangan.
Bila memang anak kemudian tampak baik-baik saja usai sembuh dari COVID-19, orang tua juga tidak perlu panik. Tidak perlu membawa anak ke fasilitas kesehatan untuk menjalani pemeriksaan rontgen atau semacamnya.
"Seandainya anak baik-baik saja, aktif-aktif saja, mungkin belum terindikasi perlu rontgen. Yang penting setelah isolasi mandiri, setelah 6 minggu, tetap pantau tanda-tanda bahaya," kata dr Yogi.
"Begitu ada gejala harus segera dibawa ke dokter jangan ditunda-tunda untuk memastikan apakah anak mengalami hiperinflamasi," pungkasnya.
Simak Video "Mengenal Hiposmia, Gejala Baru Covid-19"
[Gambas:Video 20detik]
(fds/up)