Viral Obgyn 'Nyinyir' di TikTok, Begini Etika Bermedsos Bagi Dokter

Viral Obgyn 'Nyinyir' di TikTok, Begini Etika Bermedsos Bagi Dokter

Razdkanya Ramadhanty - detikHealth
Minggu, 06 Feb 2022 14:00 WIB
Viral Obgyn Nyinyir di TikTok, Begini Etika Bermedsos Bagi Dokter
Viral obgyn 'nyinyir' di TikTok, begini etika bermedsos bagi dokter (Foto: Getty Images/5./15 WEST)
Jakarta -

Belakangan viral di media sosial TikTok, potongan video seorang wanita yang mengaku dokter obgyn, mengomentari pasien yang ingin melakukan aborsi atau menggugurkan kandungan. Dalam unggahannya, disebutkan pasien tidak memiliki alasan untuk mempertahankan sang janin.

Atas aksinya, Sekjen Perhimpunan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI), dr Budi Wiweko, SpOG(K)-FER, MPH akan memberikan teguran terkait dengan etika bermedia sosial seorang dokter. Namun belum diketahui pasti peringatan apa yang bakal diberikan.

"Kami akan tegur," beber dr Budi kepada detikcom, Sabtu (5/2/2022).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

dr Budi memastikan, sebenarnya sudah ada etika bermedia sosial yang dikeluarkan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) Ikatan Dokter Indonesia pada 21 April 2021 lalu.

Berikut isi lengkap fatwa MKEK tentang bermedsos untuk dokter yang perlu diketahui:

ADVERTISEMENT

1. Dokter harus sepenuhnya menyadari sisi positif dan negatif aktivitas media sosial dalam keseluruhan upaya kesehatan dan harus menaati peraturan perundangan yang berlaku.

2. Dokter selalu mengedepankan nilai integritas, profesionalisme, kesejawatan, kesantunan, dan etika profesi pada aktivitasnya di media sosial.

3. Penggunaan media sosial sebagai upaya kesehatan promotif dan preventif bernilai etika tinggi dan perlu diapresiasi selama sesuai kebenaran ilmiah, etika umum, etika profesi, serta peraturan perundangan yang berlaku.

4. Penggunaan media sosial untuk memberantas hoax atau informasi keliru terkait kesehatan atau kedokteran merupakan tindakan mulia selama sesuai kebenaran ilmiah, etika umum, etika profesi serta peraturan perundangan yang berlaku.

Dalam upaya tersebut, dokter harus menyadari potensi berdebat dengan masyarakat. Dalam berdebat di media sosial dokter perlu mengendalikan diri, tidak membalas dengan keburukan, serta menjaga marwah luhur profesi kedokteran.

Apabila terdapat pernyataan yang yang merendahkan sosok dokter, tenaga kesehatan, dokter harus melaporkan hal tersebut kepada otoritas media sosial melalui fitur yang disediakan dan langkah lainnya sesuai peraturan perundangan yang berlaku.

5. Pada penggunaan media sosial, dokter harus menjaga diri dari promosi diri berlebihan dan prakteknya, serta mengiklankan suatu produk dan jasa sesuai dengan SK MKEK Pusat IDI nomor 022/PB/K.MKEK/07/2020 tentang Fatwa Etika Dokter Beriklan dan Berjualan Multi Level Marketing yang diterbitkan MKEK Pusat IDI tanggal 28 Juli 2020.

6. Pada penggunaan media sosial untuk tujuan konsultasi suatu kasus kedokteran dengan dokter lainnya.

Dokter harus menggunakan jenis dan fitur media sosial khusus yang terenkripsi end-to-end dan tingkat keamanan baik, dan memakai jalur pribadi kepada dokter yang dikonsultasikan tersebut atau pada grup khusus yang hanya berisikan dokter.

7. Pada penggunaan media sosial termasuk dalam hal memuat gambar, dokter wajib mengikuti peraturan perundangan yang berlaku dan etika profesi.

Gambar yang dimuat tidak boleh membuka secara langsung maupun tidak langsung identitas pasien, rahasia kedokteran, privasi pasien atau keluarganya, privasi sesama dokter dan tenaga kesehatan, dan peraturan internal RS atau klinik.

Dalam menampilkan kondisi klinis pasien atau hasil pemeriksaan penunjang pasien untuk tujuan pendidikan, hanya boleh dilakukan atas persetujuan pasien serta identitas pasien seperti wajah dan nama yang dikaburkan.

Hal ini dikecualikan pada penggunaan media sosial dengan maksud konsultasi suatu kasus kedokteran sebagaimana yang diatur pada poin 6.

8. Pada penggunaan media sosial dengan tujuan memberikan edukasi kesehatan bagi masyarakat, sebaiknya dibuat dalam akun terpisah dengan akun pertemanan supaya fokus pada tujuan.

Bila akun yang sama juga digunakan untuk pertemanan, maka dokter harus memahami dan mengelola ekspektasi masyarakat terhadap profesi kedokteran.

9. Pada penggunaan media sosial dengan tujuan edukasi ilmu kedokteran dan kesehatan yang terbatas pada dokter dan atau tenaga kesehatan, hendaknya menggunakan akun terpisah dan memilah sasaran informasi khusus dokter.

10. Pada penggunaan media sosial dengan tujuan pertemanan, dokter dapat bebas berekspresi sebagai hak privat, sesuai ketentuan etika umum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dengan memilih platform media sosial yang diatur khusus untuk pertemanan dan tidak untuk dilihat publik.

11. Dokter perlu selektif memasukkan pasiennya ke daftar teman pada akun pertemanan karena dapat mempengaruhi hubungan dokter-pasien.

12. Dokter dapat membalas dengan baik dan wajar pujian pasien atau masyarakat atas pelayanan medisnya sebagai balasan di pasien atau masyarakat tersebut.

Namun sebaiknya dokter menghindari untuk mendesain pujian pasien/masyarakat atas dirinya yang dikirim ke publik menggunakan akun media sosial dokter sebagai tindakan memuji diri secara berlebihan.

13. Pada kondisi di mana dokter memandang aktivitas media sosial sejawatnya terdapat kekeliruan, maka dokter harus mengingatkannya melalui jalur pribadi. Apabila dokter tersebut tidak bersedia diingatkan dan memperbaiki perilaku aktivitasnya di media sosial, maka melaporkan kepada MKEK.

Jika yang bersangkutan benar melakukan pelanggaran, akan dikenakan sanksi atau proses lanjutan sesuai dengan fatwa MKEK.

"Kita akan panggil dulu yang bersangkutan," ungkap dr Budi.

Halaman 2 dari 2
(any/kna)

Berita Terkait