Tepat 2 tahun lalu, 11 Februari 2020, World Health Organization (WHO) secara resmi memberi nama COVID-19 pada penyakit baru yang disebabkan olehSARS-CoV-2. SARS-CoV-2 sendiri sebelumnya punya nama sementara novel coronavirus atau 'nCoV-2019'.
Penyakit yang sampai kini telah membuat geger dunia ini pada awalnya sempat disebut pneumonia misterius Wuhan, lantaran pertama kali ditemukan di kota China dan belum ada kejelasan lebih lanjut terkait penularan dan bahayanya. Jenis virus baru yang ditemukan memicu gejala mirip dengan pneumonia.
Dikutip dari History, Jumat (10/2/2022), WHO memutuskan mengubah nama virus tersebut menjadi COVID-19 yang merupakan singkatan dari Corona Virus Disease 2019. Angka 19 merujuk pada tahun virus baru yang menyebabkan penyakit ini ditemukan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
WHO menghindari nama-nama seperti 'virus Wuhan' yang bisa memberikan stigma pada sebuah lokasi, tempat virus pertama kali ditemukan.
"Memiliki nama penting untuk mencegah penggunaan nama lain yang tidak akurat atau menstigmasi," kata Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus, dalam jumpa pers tentang pengumuman nama virus COVID-19.
"Penamaan ini juga sebagai format standar untuk digunakan jika ada wabah virus Corona di masa depan," jelasnya.
Sejak awal kemunculannya, COVID-19 menyebar dengan cepat ke berbagai benua. Pada awal tahun 2022, kasus COVID-19 di seluruh dunia mencapai 400 juta kasus secara global dan mengakibatkan 5,7 juta kematian.
Awal Mula Pandemi COVID-19
Wabah penyakit misterius mirip pneumonia di Wuhan, China awalnya muncul akhir 2019 dan menginfeksi banyak orang. Pada awalnya, pemerintah China melaporkan 218 orang telah terdiagnosis virus tersebut, 62 di antaranya positif terinfeksi, 8 dalam kondisi parah, dan 3 orang meninggal dunia.
Virus corona yang mewabah di China masih satu famili dengan SARS (Severe Accute Respiratory Syndrome) dan MERS-CoV (Middlle East Respiratory Syndrome Coronavirus). Ahli virus Leo Poon berpikir kemungkinan corona virus baru ini berawal dari binatang di pasar hewan daerah Wuhan dan menyebar ke manusia.
"Yang kita ketahui adalah itu menyebabkan pneumonia tetapi tidak merespons pada pengobatan antibiotik," kata Leo, dikutip dari CNN.
Pertama Terdeteksi di Pasar Basah Wuhan
Pemerintah China sempat mengklaim bahwa virus Corona berasal dari makanan beku impor yang masuk ke Wuhan, China. Kasus pertama COVID-19 dikaitkan dengan pasar basah Wuhan dan virus Corona diduga berpindah dari hewan liar ke manusia.
Kala itu, pejabat China mengklaim telah mendeteksi virus Corona pada makanan beku impor termasuk sayap ayam dari Brasil, cumi-cumi dari Rusia, udang dari Ekuador, daging babi dari Jerman, dan salmon dari Norwegia. Meski demikian, WHO menegaskan belum ada bukti kuat penularan Corona bisa terjadi dengan cara tersebut.
Sementara itu, Michael Worobey seorang ilmuwan asal Arizona, Amerika Serikat, dalam penelitiannya menyebut pusat penyebaran awal COVID-19 berasal dari pasar ikan laut Huanan di Kota Wuhan, China. Ia mengklaim bahwa bukti terbaru menyebut virus pertama kali muncul pada hewan dan tidak beredar hingga akhir 2019.
Ia menyoroti satu kasus ketika seorang penjual di pasar ikan sakit pada 11 Desember dan berhasil terdokumentasi. Setelah itu temuan kasus lain membuat Worobey lebih mudah membuat peta kasus awal dan mengelompokkannya di seluruh pasar.
"Lebih dari 100 kasus COVID-19 dari Desember secara epidemiologis tidak berkaitan langsung dengan Pasar Huanan. Namun kasus itu terjadi di dekatnya. Jadi bukti bahwa penularan di masyarakat terjadi di pasar," jelasnya dikutip dari CNN.
Pandemi COVID-19 Belum Usai
Dua tahun berlalu sejak penamaan COVID-19, pandemi belum juga menunjukkan tanda-tanda berakhir. Bahkan penelitian mengenai asal muasal virus tersebut juga belum terungkap.
Berbagai varian dari SARS-CoV-2 juga terus bermunculan, mulai dari Alpha hingga yang terbaru Omicron. Saat ini banyak negara di dunia tengah waspada dengan penyebaran varian Omicron yang dinilai lebih mudah menular daripada varian sebelumnya.
Para pejabat kesehatan, pemerintah, peneliti, dan beragam kelompok atau organisasi terus mengingatkan masyarakat untuk tetap taat pada protokol kesehatan dan segera melakukan vaksinasi penuh hingga dosis ketiga.











































